SAN’A (Arrahmah.com) – Sebuah kesepakatan untuk mentransfer kekuasaan melalui jalan damai di Yaman bisa muncul dalam waktu dekat seiring dengan tawaran yang diajukan oleh Presiden Ali Abdullah Saleh untuk berhenti akhir tahun ini, Menteri Luar Negeri Yaman, Abubakr al-Qirbi, menyatakan kepada Reuters pada Sabtu (26/3/2011).
Namun televisi Al Arabiya mengutip Saleh yang mengatakan bahwa saat ini dia siap untuk turun “dengan terhormat” bahkan dalam hitungan jam dalam menanggapi kerusuhan tanpa henti yang populer akhir-akhir ini.
Yaman, negara miskin yang selalu dituding sebagai sarang al Qaeda di sebelah negara produsen minyak terbesar di dunia, Arab Saudi, telah mengalami pergolakan sejak Januari, terutama setelah keberhasilan revolusi Tunisia dan Mesir menjadi pemantik demonstrasi di Yaman untuk mengakhiri 32 tahun kekuasaan Saleh yang otoriter.
“Saya berharap kesepakatan akan dilakukan hari ini,” kata Qirbi pada Reuters dalam sebuah wawancara.
Saleh, yang mengawasi penyatuan Yaman utara dan selatan pada tahun 1990 serta memenangkan perang saudara yang empat tahun kemudian, mengatakan kepada rakyatnya di San’a pada hari Sabtu (26/3) bahwa ia akan “berusaha menghindari pertumpahan darah dengan berbagai cara.”
“Kami mengerahkan semua upaya untuk dialog dan kami berharap orang-orang bijaksana akan menanggapi panggilan ini demi menjaga stabilitas dan kesatuan negara,” katanya dalam pertemuan tersebut.
Dia mengatakan pada hari Jumat ia siap untuk menyerahkan kekuasaan untuk mencegah pertumpahan darah tetapi hanya pada pihak yang ia sebut sebagai “tangan yang aman.”
“Presiden Saleh bersedia untuk melihat semua kemungkinan, asalkan ada komitmen yang benar-benar serius dari JMP (oposisi) untuk datang dan memulai dialog serius antara mereka dan partai yang berkuasa,” kata Qirbi.
Tapi pemimpin oposisi meragukan prospek kesepakatan tersebut dan seorang diplomat San’a memperingatkan bahwa terlalu dini untuk membahas hasil.
“Saya kira jangka waktu adalah sesuatu yang dapat dinegosiasikan. Hal ini tidak harus jadi halangan untuk mencapai kesepakatan,” katanya.
Pemimpin koalisi oposisi Yaman mengatakan pihaknya masih berbeda pendapat mengenai negosiasi ini.
“Kami masih memiliki gap yang sangat besar,” kata Yassin Noman, kepala koalisi oposisi Yaman. “Saya pikir dia melakukan manuver.”
Sementara itu, negara-negara Barat tetap khawatir bahwa al Qaeda bisa mengambil keuntungan dari setiap kekosongan kekuasaan yang timbul dari transisi jika Saleh, corong AS dalam membumikan agenda perang melawan teror di wilayah Arab, akhirnya mundur setelah 32 tahun menjabat.
Washington dan Riyadh, pendukung utama keuangan Yaman, telah lama menjadikan Saleh sebagai benteng melawan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP), yang telah berusaha untuk melancarkan serangan di luar tanah Yaman sejak tahun 2009 di kedua Arab Saudi dan Amerika Serikat.
Lebih dari 80 orang telah tewas sejak aksi protes anti-pemerintah dimulai pada bulan Januari lalu untuk menuntut mundurnya Saleh.
Kemarahan ini semakin bertambah setelah Saleh mengirimkan para penembak jitu (sniper) berpakaian preman untuk menembak ke sebuah kerumunan anti-pemerintah, menewaskan 52 orang Jumat lalu. (althaf/arrahmah.com)