SERANG (Arrahmah.com) – Keinginan dipindahkannya sidang kasus bentrokan Cikeusik dari Pengadilan Negeri Pandeglang ke Jakarta, melalui surat yang diajukan Gubernur Banten Rt Atut Chosiyah ke Mahkamah Agung (MA) dinilai oleh ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Banten,Agus Setiawan adalah sesat dan tidak mempunyai parameter.
Menurut Agus, langkah yang diambil Gubernur mengirimkan surat ke MA adalah sebuah pelanggaran hukum, karena sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 84 dan 85 tentang pemindahan lokasi persidangan adalah dengan dasar serta berberapa pertimbangan. Seperti gangguan alam atau bencana yang mengakibatkan gedung pengadilan hancur, suatu daerah dalam kondisi gawat darurat karena terjadi peperangan.
“Islam melarang berpendapat tanpa didasari ilmu,dan alasan Gubernur tersebut tidak ada dasar ilmunya,maka Gubernur sesat. Jadi Gubernur Banten jangan sembarangan kalau tidak ada dasar ilmunya mengenai pemindahan sidang tersebut,” kata Agus saat melakukan jumpa pers di kantor TPM Banten, Rabu (23/3/2011).
Ia juga menegaskan,penyelenggaraan sidang kasus Cikeusik adalah tanggung jawab Pemprov Banten,jadi dalam hal ini Rt Atut Chosiyah harus memegang tanggung jawab ini. Bukan meminta kepada MA untuk memindahkan sidang dari Pandeglang ke Jakarta.
“Ya kalau Gubernur Banten sudah tidak sanggup mengurus rakyatnya,lebih baik mundur saja menjadi pemimpin di Banten.Karena semua rakyat,termasuk yang menjadi tersangka menjadi tanggungjawab Pemprov Banten,” tegas Agus.
Agus juga mengatakan, saat ini Banten aman-aman saja, tidak ada huru hara, bahkan kehawatiran Gubernur tersebut berlebihan. Karena dari mulai penyidikan sampai pelimpahan sekarang pun tidak pernah ada reaksi unjuk rasa dari kelompok pendukung para tersangka yang ditahan Polda.
Selain itu, keinginan Gubernur Banten memindahkan sidang juga sudah melanggar hukum, tidak mendapat sangsi pidana atau perdata. Namun pelanggaran tersebut bisa menjadi bahan untuk para terdakwa mengajukan esepsi atau yudisial review terhadap pemindahan lokasi yang cacat hukum tersebut.
“Ada yang lebih parah, jika nanti saksi atau terdakwa mengalami kecelakaan dalam perjalanan dari Banten ke Jakarta, Atut (Gubernur) bisa dituntut,” ujarnya.
Agus juga menilai, tindakan Atut tersebut sebagai Abuse of power (menggunakan kekuasaan yang berlebihan). Karena berdasarkan prosedur hukum yang ada pengajuan tersebut adalah kewenangan Hakim, tukasnya. Sehingga pihaknya dalam bentuk apapun akan menolak pemindahan lokasi persidangan tersebut.
“Karena begini, apakah ketika dipindahkan ke Jakarta, Gubernur akan menjamin kemanan para terdakwa atau proses persidanganya, Ingat…di Jakarta juga masyarakat yang mendukung kami (TPM) tidak sedikit, sementara kalau disini saya sudah berkoordinasi denghan sejumlah tokoh untuk menjaga kamanan proses persidangan,” katanya. (LLJ/arrahmah.com)