Arrahmah.com – Situasi di Pakistan semakin ‘panas’ pasca pemberlakuan keadaan darurat oleh Presiden Pervez Musharraf. Apa yang melatarbelakangi itu? Berikut wawancara arrahmah.com dengan Ketua Lajnah Tanfiziyah Majelis Mujahidin Indonesia, Irfan S. Awwas.
Situasi di Pakistan semakin ‘panas’ pasca pemberlakuan keadaan darurat oleh Presiden Pervez Musharraf. Penguasa Pakistan telah menangkap lebih dari 800 pendukung mantan PM Benazir Bhutto dan menuduh empat penentang Presiden Pervez Musharraf sebagai pengkhianat. Musharraf, yang dikenal sebagai sekutu setia Amerika ini juga melakukan penyerbuan dan penangkapan terhadap aktivis oposisi, dan menutup semua kantor pers. Apa yang sebenarnya melatarbelakangi ‘ketakutan’ Musharraf?
Pervez Musharraf dengan sangat jelas telah memposisikan dirinya sebagai proxy fose dalam memerangi Islam dan umat Islam yang dituduh teroris. Musharraf telah terprovokasi Amerika dan Inggris yang sengaja merusak citra Islam di mata orang Islam sendiri. Seperti menuduh Islam sebagai agama kekerasan, dan mereka yang memperjuangkan tegaknya Syari’at Islam dan melawan kezaliman Barat sebagai agen teroris.
Dalam kaitan ini, kita dapat mengerti mengapa Jenderal sekuler Musharraf mau menjadi antek-antek Amerika dan Inggris dalam memerangi sesama Muslim. Karena sebagai kader Ahmadiyah, Musharraf termasuk boneka piaraan barat. Dia tidak memiliki otoritas Islami untuk berkuasa di Negara Islam Pakistan, maka dia menggunakan tangan besi. Sebab orang-orang zalim tidak memilki kekuatan apapun kecuali dalam kezaliman itu sendiri.
Kalau kita flash back serbuan Musharraf ke Masjid Merah di Islamabad, Pakistan, yang menewaskan 160 orang santri masjid tersebut, sudah cukup untuk memposisikan siapa sebenarnya Musharraf dan seperti apa pemerintahannya. Syekh Usamah bin Ladin sendiri telah menyerukan kepada seluruh ummat Islam Pakistan untuk memerangi pemerintahan Pakistan yang murtad ini. Seruan pun bersambut dan kaum muslimin Pakistan khususnya yang berada di Barat mendukung mujahidin, bahkan saat ini mereka telah mengontrol beberapa wilayah dan menerapkan syari’ah. Bagaimana peluang kemenangan mujahidin Pakistan ini?
Pengalaman di medan jihad menunjukkan, setiap detik dari kehidupan seorang mujahid adalah peluang kemenangan. Yang diperlukan dalam perjuangan menumbangkan diktator adalah bersatunya mereka yang memiliki kualifikasi “basthatan fil ilmi wal jismi”. Jika potensi mereka yang berilmu, ahli strategi, ahli tata negara dan pemerintahan Islam, unggul secara intelektual dan teknologi, dapat dipadukan dengan kekuatan fisik dan senjata, serta kekuatan massa yang besar, niscaya kemenangan akan semakan dekat diraih. Jika hanya mengandalkan salah satu saja, kekuatan ilmu atau fisik saja, maka para mujahid hanya berperan dalam menghancurkan musuh, tiba giliran berkuasa yang naik jadi penguasa justru musuh agama. Atau kita berhasil meraih kekuasaan tapi tidak mampu bertahan lama karena kekuasaan berada di tangan orang yang lemah dan tidak cakap. Dan yang tidak kalah pentingnya, adalah kemampuan seorang pemimpin mujahid untuk mengantisipasi peran kaum munafiqin dalam segala keadaan.
Berdirinya negara Pakistan sedikit banyak terkait dengan gagasan Iqbal dan Abul A’la Al Maududi, penyair dan pemikir, serta ulama terkenal Muslim yang bercita-cita menegakkan negara Islam, yang dilengkapi dengan pemberlakuan syari’at Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam konstisusi Negara Pakistan tercantum rumusan tentang kedaulatan Allah, dan syariah sebagai sumber hukum tertinggi. Namun, dalam perjalanan selanjutnya negara ini malah memusuhi syari’at Islam dan Presidennya, Jenderal Pervez Musharraf malah menjadi ‘antek’ Amerika dan memerangi kaum muslimin. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Sepanjang sejarah Pakistan kekuasaan selalu berada di tangan para jenderal sekuler, yang memusuhi bahkan mengudeta republik Islam Pakistan. Mulai dari Jenderal Ayub Khan, Yahya Khan (1969-1971), Ali Butho (1971-1980), anaknya Benazir Butho hingga Pervez Musharraf, semuanya condong pada sekularisme, dan berkali-kali membekukan UUD Islam, membubarkan parpol Islam, dan melarang para ulama berkecimpung dalam ranah politik dan kenegaraan, termasuk memenjarakan dan mengancam Abul A’la Al Maududi dengan dengan hukuman mati. Kecuali Jenderal Ziaul Haq (1988) yang dikenal sebagai jenderal shalih dan kemudian Nawaz Sharif, berupaya merintis kembali ke konstitusi Pakistan yang berjiwa Islam. Adalah nonsens mengharapkan penguasa sekuler memimpin di negara Islam dan menyelamatkan rakyatnya dari kehancuran di dunia dan siksa di akhirat?
Posisi Pakistan yang berbatasan dengan Afghanistan sangat dikhawatiri Musharraf. Musharraf pernah berpidato pada Ahad (12/8/2007): “Pakistan dan Afghanistan terperosok dalam kondisi semakin meningkatnya ekstrimisme dan radikalisme”. Pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 600 kepala suku dan berakhir Ahad itu menyepakati untuk memberangus tempat-tempat perlindungan mujahidin di wilayah masing-masing. Sementara itu, tensi perjuangan kaum muslimin di Afghanistan dan Pakistan semakin meningkat. Akankah pejuang Taliban membantu saudara-saudara muslimnya di Pakistan? Bagaimana prospek perjuangan tersebut?
Seperti mantan PM Betina dari Timur, Benazir Butho, pernah berpidato: “Islam gagal membawa Pakistan keluar dari krisis. Karena itu, kita harus menerapkan sosialisme yang sebelumnya telah dirintis oleh mendiang Ali Butho (ayahnya),” katanya. Maka, para pejuang Islam dimana pun mereka berada haruslah berpijak di atas landasan Tauhidullah, bukan etnis atau suku bangsa. Orang kafir bersatu padu menghadpi Islam dan umat Islam di manapun mereka berada, mengapa orang Islam tidak bersatu padu melawan orang kafir dan segala bentuk kekafiran di atas kebenaran yang diyakininya? Tanpa dihambat oleh perbedaan partai, golongan, maupun wilayah negara. Kaum Muslim wajib tolong menolong dalam kebaikan dan memberantasan kezaliman. Dalam berjuang tidak perlu dirisaukan oleh kondisi, menang atau kalah. Tapi, apakah kita sudah menjalankan tugas jihad dengan segala kemampuan dan berterus terang dengan kebenaran baik dalam kata maupun perbuatan, atau menjadi pengecut dan bersembunyi di balik kata-kata “kekarasan jangan dilawan dengan kekerasan, sebab akan mendatangkan bahaya yang lebih besar”, Islam rahmatan lil alamin, lalu membiarkan musuh kafir meluluh lantakkan kekuatan Islam dengan mulut dan tangannya? Na’udzubillahi min dzalik!
Masyarakat Pakistan yang muslim sebenarnya hanya menuntut pemberlakuakn syariat Islam secara kaafah di Pakistan. Seharunya Musharraf menyadari bahwa syari’ah adalah satu-satunya pilihan bagi rakyat Pakistan yang terus terpuruk. Syariah adalah satu-satunya hal yang akan memastikan keamanan bagi Muslim dan non-Muslim serta melindungi keyakinan, kehidupan, kehormatan, pemikiran dan harta semua warganegara. Dengan tidak diterapkannya syariat secara kaaffah di Pakistan, maka akan semakin membawa kehancuran dan kehinaan. Karena sejak kemerdekaan Pakistan pada 1947, pemerintah terus gagal untuk mengimplementasikan syari’ah tetapi malah mengadopsi ideologi rusak Barat sebagai gaya mereka, menjadi sekuler, demokrasi, liberalisme atau diktator. Apa yang menyulitkan Musharraf sehingga dia tidak mau menerapkan syariat Islam secara kaafah? Apakah kasus di Pakistan ini juga dialami negara-negara serupa seperti di negeri ini?
Nasib rakyat Pakistan, seperti nasib rakyat Indonesia, dua negara yang sama-sama berpenduduk mayoritas Muslim. Bedanya, yang pertama mengenakan label negara Islam, sedangkan Indonesia tidak jelas kelaminnya. Katanya, bukan negara agama, tapi juga bukan negara sekuler, alias netral terhadap semua agama atau lebih condong anti agama. Maka, sebagaimana firman Allah: “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar syari’at Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?” (Qs. Ibrahim, 28). Menyingkirkan Syari’at Allah dan menerima sistem hidup kuffar sama artinya dengan menghalalkan atau menyediakan kebinasaan bagi bangsanya.
Terakhir, posisi Musharraf saat ini betul-betul di ujung tanduk. Apakah dia memilih tetap menjadi ‘kacung’ Bush yang dengan demikian akan melawan 97 persen rakyat Pakistan yang muslim dan sebahagiannya meminta diterapkan syari’at Islam secara kaaffah. Atau dia akan menggunakan ‘tangan besi’ menggunakan militer untuk menumpas semua lawan-lawan politiknya dan memberangus siapa pun yang berkeinginan menerapkan syari’at Islam. Apa yang kira-kira menjadi pilihan Musharraf? Seberapa persen keberhasilannya?
Sebagai kader Ahmadiyah yang berpihak ke negara kafir barat, dan memusuh Islam, dia akan memilih mempertahankan kekuasaannya dengan segala cara, sekalipun dengan membunuh ribuan rakyatnya. Siapa yang bisa membantu mempertahankan kekuasaannya, maka dia yang akan dipilih menjadi temannya. Diatas semua itu, Allah Maha Perkasa, jika rakyat Muslim Pakistan bersatu dan menyerukan kembali pada konstitusi Islam, nisya Allah akan menurunkan pertolongannya, sebagaimana difirmankan: “Siapa yang menolong agama Allah pasti akan ditolong dan mengokohkan posisi mereka.” Wallahu a’lam bis shawab.
18 November 2007
Weekly Interview
Ar Rahmah Media Network
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media