MYANMAR (Arrahmah.com) – Ashin Wirathu, tokoh biksu radikal Myanmar, sedang berpidato di pinggiran Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar, pada Ahad (21/7/2013) malam ketika sebuah bom rakitan meledak di dalam sebuah mobil yang diparkir 12 meter dari tempat dia berdiri. Lima orang dikabarkan cedera akibat ledakan itu, lansir TI.
Setelah ledakan tersebut, Wirathu segera mengklaim bahwa ledakan itu merupakan “aksi ekstrimis Islam”.
Dia juga menambahkan bahwa, “Muslim biasa tidak akan melakukan ini.”
Tanpa dia sadari, perkataannya itu telah membuktikan bahwa bukan pada tempatnya menyebut “Muslim biasa” yaitu minoritas Muslim Myanmar yang tak bersenjata sebagai ancaman bagi eksistensi mayoritas Buddhis di negara itu.
Wirathu adalah orang di balik gerakan anti-Muslim di Myanmar yang disebut 969, yang bertujuan untuk membujuk umat Buddha – yang merupakan lebih dari 90 persen populasi penduduk Myanmar – untuk memboikot produk dan perusahaan yang dimiliki atau dioperasikan oleh umat Islam yang merupakan minoritas kecil di negara itu.
Memaparkan kampanyenya, Wirathu mengatakan kepada TI, “Tujuan kami adalah satu [tujuan] strategis. Kami mewakili 135 kelompok etnis Myanmar. Kami mendesak anggota kelompok-kelompok etnis untuk tidak mengikuti agama Islam dan tidak menjual apa pun kepada kaum Muslim, dan itu termasuk sawah dan rumah-rumah.”
Kampanye 969 mendesak pemilik toko Buddha, sopir taksi dan penganut Budha lainnya untuk memasang stiker yang menyatakan diri mereka sebagai umat Buddha, dan memberitahu konsumen Buddha untuk menghindari orang-orang yang tidak memasang stiker seperti itu. “Alasannya,” Wirathu mengklaim, “karena kami harus melindungi agama kami. Jika kami berdagang dengan umat Islam, mereka menjadi kaya: banyak Muslim yang telah menjadi kaya dan telah membangun rumah besar untuk diri mereka sendiri, dan masjid, dan rumah pemotongan hewan, yang merupakan masalah bagi agama Buddha. Muslim kini mendominasi perekonomian Myanmar.”
Dia juga pernah mengklaim, “Anda bisa penuh kebaikan dan kasih,” katanya baru-baru ini, “tetapi Anda tidak bisa tidur di samping anjing gila. Saya sebut [Muslim] pembuat onar karena mereka adalah pembuat onar.”
Tidak sedikit yang menganggap Wirathu telah menghancurkan citra Budha Myanmar di mata dunia. Wirathu pernah dipenjara pada tahun 2003 setelah melakukan pidato anti-Muslim di Kyauk Sae, kota asal mantan diktator, Jenderal Senior Than Shwe.
Secara luas Wirathu telah dianggap sebagai inspirator utama Buddhis atas serangan terhadap minoritas Muslim di mana dalam satu tahun terakhir 250 Muslim kehilangan nyawa mereka, sementara 140.000 lainnya kehilangan tempat tinggal.
Kekerasan yang dilancarkan umat Buddha terhadap Muslim Myanmar berlangsung selama setengah abad terakhir, khususnya di Arakan yang berbatasan dengan Bangladesh.
Namun serangan yang dimulai tahun lalu jauh lebih buruk daripada serangan-serangan sebelumnya di mana pada Juni tahun lalu diisukan di negara bagian Rakhine (juga dikenal sebagai Arakan), di ujung barat negara itu, ada seorang wanita Buddhis muda diperkosa dan dibunuh oleh orang yang mereka klaim Muslim. Termakan provokasi yang tidak jelas itu, massa Buddhis menyerang komunitas Muslim dengan pedang, rantai dan tongkat dan membakar banyak rumah, memaksa puluhan ribu umat Islam untuk melarikan diri.
Tahun ini, serangan telah menyebar ke seluruh Myanmar. Serangan brutal terhadap Muslim di pusat kota Meiktila menewaskan lebih dari 40 Muslim dan memaksa ribuan lainnya mengungsi.
Sementara itu, brigade relawan Muslim dari Myanmar, Bangladesh, Indonesia dan Pakistan dilaporkan telah dibentuk untuk melawan pemerintah Myanmar.
Setelah ledakan pada Ahad tersebut, polisi Myanmar belum membuat pernyataan tentang penyelidikan mereka. Presiden Thein Sein juga segera mengadakan pertemuan dengan para pemimpin agama di negara itu. (banan/arrahmah.com)