PRACHUAP KIRI KHAN (Arrahmah.com) – Sejatinya rakyat Pattani memang sangat merindukan terwujudnya negara yang diperintah dibawah aturan syariat Islam.
Secara sosio-politis Rakyat Pattani saat ini adalah pada awalnya di Pattani semuanya adalah muslim. Namun, untuk menyeimbangkan kekuatan agar tak ada satu etnis yang mendominasi kemudian Bangkok mengirim orang-orang non muslim dari berbagai daerah ke Pattani dengan tujuan mengasimilasi budaya dan adat istiadat Melayu yang mengakar di Pattani.
Saat ini dari sekitar 2 juta orang penduduk Pattani ada 200.000 penduduk non muslim.
Tim Road for Peace sempat menjumpai salah seorang tokoh pemuda Pattani bernama Hasan. Ia pernah melakukan riset tentang kedekatan hubungan antara Indonesia dengan Pattani.
Dia menceritakan sebuah kisah yang membuat kami sempat terkejut. Ternyata, saat Presiden RI, Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, seorang tokoh pejuang Pattani yang bernama Tengku Muhyiddin datang ke Indonesia dan meminta Soekarno agar menjadikan Pattani bagian dari Indonesia.
Secara geografis memang posisi Pattani jauh dari Jakarta. Namun letak Pattani lebih dekat dari Jakarta-Aceh apalagi Jakarta-Merauke.
Rakyat Pattani lebih rela menjadi bagian dari Indonesia dibandingkan menjadi bagian dari Thailand. Namun, sayangnya Soekarno menolak permintaan Tengku Muhyiddin saat itu, dengan alasan Pattani berada di bawah jajahan Siam bukan jajahan Belanda.
Di sisi rakyat Pattani, bangsa Siam dan pemerintahan Thailand adalah penjajah, sedangkan di sisi Thailand rakyat Pattani adalah pengganas atau penjahat.
Maka, tulisan tulisan “STOP BOMB” dan ” STOP VIOLENCE” yang terdapat di tiap checkpoint penjagaan bagi rakyat Pattani sangat mengintimidasi dan provokatif. Bayangkan, apa yang anda rasakan jika setiap keluar masuk kampung halaman anda harus melalui pemeriksaan tiap 1 kilometer.
Saat ini banyak perubahan yang telah terjadi di Pattani. Rakyat Pattani tak hanya berjuang mendapat kemerdekaannya dengan cara gerilya, mereka pun saat ini sudah mulai menilik strategi lain.
Saat kami mengadakan diskusi di Majelis Agama Islam di Pattani banyak pemuda-pemuda Pattani berjuang melalui organisasi kemanusiaan dan NGO. Mereka memperjuangkan hak-hak rakyat Pattani yang terdiskriminasi dan mendapat perlakuan tak manusiawi melalui jalur hukum.
Mereka juga banyak beraktrivitas bidang medis untuk memberikan pertolongan atas korban kejahatan tentara Siam. Pada pertemuan kami itu, kami saling berbagi-tukar informasi dan berusaha memecahkan masalah yang dihadapi Muslim Pattani.
Langit masih cerah saat kami meninggalkan Pattani di pagi hari, secercah harapan menggurat kalbu saat kami menatap senyum optimis yang tergaris dari para pengantar kami. Satu pelajaran berharga kami dapati di Pattani. Kemerdekaan itu mahal harganya. Ia tak bisa ditebus dengan harta yang melimpah, ia tak bisa dibayar dengan apapun jua. Meski alamnya subur, sumber daya alam dan hasil laut melimpah, penduduknya lihai berdagang dan makmur.
Laporan Fajar Shadiq, Tim Media FIPS dalam Misi Kemanusiaan Road4Peace
(azmuttaqin/arrahmah.com)