JAKARTA (Arrahmah.com) – Undang-undangU Informasi dan Transaksi Elektronik dapat menjerat para jurnalis yang dalam melakukan tugas jurnalistiknya kurang berhati-hati. Kalangan awak media dihimbau untuk meningkatkan kehati-hatiannya dalam menulis berita.
“Undang-Undang ITE bisa menjerat jurnalis media cyber selama enam tahun penjara dan polisi bisa menahan yang bersangkutan sebelum proses pengadilan berlanjut,” kata anggota Dewan Pers Muhammad Ridlo Eisy di Semarang, Selasa (25/6/2013).
Dia juga berpesan bahwa pengawasan terkait dengan hal itu harus dilakukan sendiri oleh jurnalis yang bersangkutan saat menulis sebuah berita.
“Dewan Pers dan teman-teman pegiat media cyber hanya membuat pedoman mengenai pemberitaan di media cyber sebagai salah satu bentuk pengawasan,” katanya.
Anggota Dewan Pers Ninok Leksono, berpendapat bahwa media cyber melahirkan tantangan serius terhadap media konvensional yang ada saat ini.
“Media cyber menampilkan berita yang mutakhir atau terkini dan menjawab tuntutan zaman serta melahirkan jurnalisme yang baru,” ujar Ninok yang juga menjadi rektor Universitas Multimedia Nusantara itu.
Ia mengatakan, meskipun pemberitaan di media cyber lebih cepat dan bersifat fleksibel karena bisa diakses kapan saja dengan menggunakan berbagai media elektronik, tapi masih terdapat beberapa kekurangan.
“Kekurangan itu antara lain berita menjadi sumir, tidak mendalam serta prinsip 5 W dan 1 H menjadi 3 atau 4 W saja yakni what, who, when, dan where,” katanya
Selain itu yang perlu diperhatikan adalah penghargaan terhadap sumber yang dikutip. “Yang terpenting adalah media cyber harus mematuhi kaidah-kaidah pers yang ada, termasuk mencantumkan badan hukum, melakukan verifikasi dan keberimbangan isi berita,” ujar Ninok. (AZ.Muttaqin/arrahmah.com)