JAKARTA (Arrahmah.com) – Penemuan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang adanya terjemahan bahasa Indonesia yang keliru pada isi Alquran dari buku tafsir bersampul hijau dengan judul “Al-Quran Transliterasi Latin Terjemahan Indonesia”, akhirnya ditindaklanjuti penerbit, Suara Agung, Jakarta, dengan cara memperbaiki terjemahan ayat tersebut.
Dikatakan Ketua MUI Tarakan, KH Zainuddin Dalila, dirinya telah dikonfirmasi melalui telepon selulernya oleh penerbit itu dan menjelaskan akan memeriksa kembali terjemahan pada ayat 10 hingga 19 di surah Al-Infitar (82).
“Mulai hari ini mereka periksa di toko-toko buku yang memperdagangkan Alquran di seluruh Indonesia. Kalau salah, mereka akan tarik dan akan memperbaikinya. Itu komitmen penerbit yang disampaikan langsung kepada saya sebagai ketua MUI,” terang Zainuddin kepada Radar Tarakan kemarin.
Menurut MUI, kata Zainuddin, terjemahan pada ayat 10 hingga ayat 19 di surah ke 82 itu tidak sesuai dengan maksud sebenarnya, alias salah total.
“Saya tidak tahu apakah salah cetak yang seharusnya ditempatkan di surah atau ayat lain. Yang pasti sudah jelas-jelas salah,” terang Zainuddin yang juga ketua harian Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Tarakan.
Dengan kesalahan terbit ini, MUI Tarakan berharap masalah ini tidak dianggap remeh oleh pihak-pihak terkait. Melainkan harus betul-betul ditindaklanjuti. Sebab, jelas Zainuddin, jika tafsir Al-Quran itu jatuh kepada masyarakat yang tidak memahami betul terjemahan kitab suci umat Islam itu, bisa dikira hasil pelintiran, atau kesengajaan.
“Padahal maksud penerbit tidak seperti itu, tidak disengaja. Ini yang harus kita jaga bersama,” ujarnya.
Sementara itu, adanya laporan masyarakat yang juga mengatakan pada ayat tertentu di surah Al-Baqarah (2), juga terdapat kesalahan terjemahan, pihak MUI Tarakan sudah menelusurinya dan tidak menemukan adanya penyimpangan terjemahan yang dimaksud pada ayat tersebut.
“Setelah kami periksa tidak ada penyimpangan. Memang penyampaian terjemahan berbeda dari tafsir lainnya yang direkomendasikan Kementerian Agama, tapi maknanya tetap sama. Jadi tidak mengubah makna. Menurut kami tidak menyimpang,” terang Zainuddin sebagaimana dikutip JPPN. (hidayatullah/arrahmah.com)