TRIPOLI (Arrahmah.com) – Pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah demonstran anti-pemerintah di Tripoli saat protes meningkat di seluruh negeri.
Puluhan orang dilaporkan telah tewas dalam kekerasan yang berlanjut di ibukota Libya, Tripoli, di tengah meningkatnya protes terhadap pemerintahan Muammar Gaddafi yang telah berkuasa selama 42 tahun di negeri itu.
Setidaknya 61 orang tewas dalam bentrokan di kota pada Senin (21/2/2011), ujar saksi mata seperti yang dilansir Al Jazeera. Protes berkumpul untuk menunggu momentum dan demonstran mengatakan mereka telah menguasai beberapa kota penting dan kota Benghazi, di sebelah timur Tripoli.
Sebuah pawai besar anti-pemerintah di Tripoli pada Senin sore diserang oleh pasukan keamanan menggunakan jet tempur dan amunisi hidup, ujar saksi mata.
Ahmed Elgazir, seorang peneliti hak asasi manusia di Pusat Berita Libya (LNC) di Jenewas, Swiss mengatakan bahwa pasukan keamanan telah membantai pengunjuk rasa di Tripoli, seperti yang dilaporkan Al Jazeera.
Elgazir mengatakan LNC menerima panggilan bantuan dari seorang wanita yang menyaksikan pembantaian yang menghubungi lewat telepon satelit.
Otoritas Libya telah memutuskan semua komunikasi darat dan nirkabel di negeri itu, sehingga mustahil untuk memverifikasi laporan tersebut.
Saat kekerasan terus berkobar, kantor berita Reuters mengutip William Hague, sekretaris Luar Negeri Inggris, mengatakan ia telah melihat beberapa informasi yang menunjukkan bahwa Gaddafi telah meninggalkan Libya dan sedang dalam perjalanan menuju Venezuela.
Namun reporter AlJazeera Dima Khatib, melaporkan dari ibukota Venezuela, Caracas, mengatakan pejabat di sana menyangkal bahwa Gaddafi sedang dalam perjalanan menuju Amerika Selatan.
Wakil Menteri Luar Negeri Libya juga membantah bahwa Gaddafi telah meninggalkan negaranya.
Saat berita mengenai aksi protes terus dilaporkan, sebuah harian lokal yang dikelola secara pribadi melaporkan bahwa Menteri Kehakiman Libya telah mengundurkan diri terkiat penggunaan kekuatan mematikan terhadap para pendemo.
Berbicara kepada AlJazeera, Ahmad Jibriel, diplomat Libya mengonfirmasikan bahwa menteri kehakiman, Mustapha Abdul Jalil, telah berpihak kepada para demonstran.
“Saya berbicara kepada menteri hanya beberapa menit yang lalu….ia berbicara secara pribadi, dia mengatakan bahwa dia telah bergabung dengan pendukung. Dia mencoba mengatur hal-hal baik di seluruh kota,” ujarnya.
Jibriel juga mengatakan bahwa kota utama di dekat perbatasan Libya dan Mesir, kini berada di tangan demonstran, yang katanya akan memungkinkan media asing untuk memasuki negara tersebut.
“Penjaga Gaddafi mulai menembaki orang-orang di hari kedua dan mereka hanya menembak dua orang dari kami. PAda hari itu di kota Al Bayda terdapat 300 pendemo. Ketika mereka menewaskan dua orang, kami memiliki lebih dari 5000 pendemo di pemakaman mereka, dan ketika mereka membunuh 15 orang di hari berikutnya, kami memiliki lebih dari 50000 pada hari berikutnya.”
“Ini berarti semakin banyak Gaddafi membunuh rakyat, maka akan semakin banyak rakyat yang turun ke jalan.” (haninmazaya/arrahmah.com)