JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufiq Kiemas (TK), meninggal dunia di rumah sakit General Singapura.
Pramono Anung, fungsionaris PDIP yang berada di Singapura, mengatakan “Ya telah meninggal dunia Taufik Kiemas, tepatnya jam 19.05 waktu Singapura atau waktu 18.05 WIB .” Lansir metrotvnews
Dia juga berujar mengenai rencana kedatangan dan pemakaman jenazah Taufik Kiemas. “Rencananya jenazah akan di bawa dari Singapura ke Indonesia besok pagi Ahad (9/6/2013) pukul 09.00 dan diperkirakan jenazah akan tiba di Halim pukul 09.30, selanjutnya jam 10.30 akan di bawa ke Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta Selatan.” Demikian Pramono memberi penjelasan.
TK pria tambun kelahiran kelahiran Jakarta 31 Desember 1942 ini, mengalami kelelahan setelah menjalani tugas kenegaraan dari Ende Flores NTT untuk menemani Wapres Boediono. Jum’at, (7/6/2013), “Kemarin sebenarnya sudah agak sehat tapi tadi pagi mengalami drop, sehingga Allah Ta,ala memanggilnya pada pukul 19.05 waktu Singapura.” Kata Pramono
Pramono Anung juga menjelaskan bahwa semua keluarga berkumpul di RS General Singapura, termasuk istri Taufik Kiemas, Megawati Soekarnoputri. “Semua keluarga kumpul di sini, putra-putri, cucu-cucu juga semua ada.” Katanya.
Karier politik pak TK
Pak TK merupakan putra dari pasangan Tjik Agus Kiemas dan Hamzathoen Roesyda. Ayahnya berasal dari Sumsel dan ibunya dari Sumbar.
TK mendapat gelar dari keluarga ibunya di Kanagarian Sabu, Batipuh Ateh, Tanah Datar, Sumbar, sebagai Datuk Basa Batuah.
Semasa hidupnya, dia sangat aktif dalam kegiatan sosial politik. Ia mengawali politik saat kuliah dan aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Ia aktif pula di Partai Demokrasi Indonesia dan terpilih sebagai anggota DPR/MPR dalam Pemilu 1992 setelah sekian lama “terpasung” dalam aktivitas politiknya oleh rezim Orde Baru karena membatasi gerak keluarga Presiden I RI Soekarno.
Dia setia mendampingi Megawati setelah terpilih sebagai Ketua Umum PDI dalam kongres di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, walaupun kepemimpinannya tak diakui oleh rezim Orde Baru.
Penguasa lebih berpihak pada Soerjadi sehingga terjadi dualisme kepemimpinan di partai banteng itu yang berujung pada kerusuhan massa setelah kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang dikuasai massa pro-Mega diambil alih oleh massa pro-Soerjadi yang dibantu aparat keamanan waktu itu.
Pak TK merupakan tokoh di balik layar bagi masa-masa sulit yang dialami Megawati dalam kepemimpinannya di PDI sehingga membentuk partai baru menjadi PDI Perjuangan.
PDI Perjuangan mendapat simpati luas dari rakyat sehingga memenangkan Pemilu 1999 dan Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden pada Sidang Umum MPR 1999 mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur
Presiden Gus Dur dilengserkan oleh MPR pada 2001 sehingga mengantarkan Megawati menjadi Presiden, meneruskan jejak ayahnya, Sang Proklamator, Presiden I Soekarno.
Di PDI Perjuangan, TK menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu).
Sebagai Bapak Negara, TK berperan aktif menyosialisasikan pilar-pilar keutuhan kebangsaan, etika kehidupan berbangsa dan bernegara serta implementasi dasar negara Pancasila.
Komitmen itu pula yang mengantarkan Pak TK meraih gelar Doktor (Honoris Causa) dari Universitas Trisakti dalam Bidang Kebangsaan dan Bernegara.
TK beberapa kali dirawat di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, karena sakit jantung yang dideritanya termasuk mengganti alat pemacu jantung.
(azmuttaqin/arrahmah.com)