JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta agar pemerintah dapat bersikap tegas dalam menangani masalah polemik gerakan Ahmadiyah di Indonesia.
“Pemerintah hendaknya dapat mengambil tindakan tegas, jangan ragu-ragu seperti sekarang, sehingga dapat menimbulkan keresahan dan membuka peluang mengambil jalan sendiri bagi sekelompok orang mengatasinya,” kata Din Syamsuddin di Palangka Raya, Kamis (17/2/2011).
Ia mengatakan, pemerintah harus mempunyai keputusan tegas, jangan selalu menunda-nunda dan membiarkan terlalu lama terhadap kasus Ahmadiyah, agar tidak lagi menimbulkan kejadian buruk yang tidak diinginkan.
Pemerintah, katanya, mempunyai wewenang untuk membubarkan Ahmadiyah ataupun memberi pilihan agar membentuk agama baru selain Islam, sehingga pengikut ajaran Ahmadiyah jangan menyantolkan diri dengan Agama Islam.
Dikemukakannya, Muhammadiyah mempunyai sikap dasar sangat tegas pada 1933, mengenai fatwa putusan majelis tarjih, yang menegaskan barang siapa baik perorangan atau kelompok yang menyakini ada nabi baru setelah Nabi Muhammad SAW, maka tergolong kafir, karena ke luar dari lingkaran akidah Islam.
Meskipun demikian, ia tetap mengimbau, terhadap jamaah Ahmadiyah, agar dapat kembali pada ajaran Islam yang standar serta diakui dan diyakini oleh umat Islam sedunia, karena tidak bisa diterima jika bertentangan dengan akidah Islamiyah.
Ia sangat keberatan, jika persoalan Ahmadiyah terlalu lama dibiarkan dan tidak ada kepastian tegas dari pemerintah, bisa menjadikan akidah Islam, diobrak-abrik oleh kelompok orang yang menamakan dirinya Islam.
Akan tetapi ia juga tidak setuju, kalau sampai ada tindak kekerasan terhadap Ahmadiyah, karena alangkah lebih bagus jika dilakukan dakwah, untuk mengajak dan merangkul para jamaahnya kembali pada akidah Islam yang tidak bertentangan.
Terkait wacana adanya penggulingan terhadap presiden, Din Syamsuddin menilai hanya reaksi emosional dari Front Pembela Islam (FPI), karena tersinggung pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kupang belum lama ini yang meminta Kapolri untuk membubarkan organisasi masyarakat (ormas) yang bersifat anarkis.
“Saya melihat sebagai reaksi emosional, karena selama ini citra anarkis sering dialamatkan pada FPI,” ujarnya.
Dikatakannya, dalam UUD 1945 pembubaran sebuah ormas tidak boleh dilakukan semena-mena, karena dianggap melanggar konstitusi dan Hak Asasi Manusia (HAM), terutama hak berserikat bagi warga negara.
Untuk itu ia meminta sebaiknya pemerintah dalam hal ini presiden, jangan mudah mengeluarkan perkataan bernuansa tuduhan seperti yang dilakukan, karena substansi yang dimaksud anarkis tidak hanya kekerasan fisik saja, akan tetapi bisa dari kekerasan verbal atau kata-kata.
“Saya mengimbau semua pihak untuk mengendalikan diri dan menghentikan tindak kekerasan atas nama apapun terhadap siapapun,” tegasnya. (ant/arrahmah.com)