PANDEGLANG (Arrahmah.com) – Tokoh masyarakat Pandeglang Khozin Dimyati menilai, pemberitaan seputar bentrokan antara jamaah Ahmadiyah dan warga di Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, tidak berimbang.
“Pemberitaan yang ditayangkan media elektronik maupun surat kabar, tidak berimbang, karena lebih menyudutkan warga,” kata Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pandeglang itu, Selasa (15/2/2011).
Dia menilai warga dianggap melakukan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena menyerang jamaah Ahmadiyah.
Padahal, kata dia, bentrok terjadi karena ada provokasi dari jamaah Ahmadiyah yang disebutnya menantang masyarakat.
Ia juga menjelaskan, warga sebenarnya hanya ingin membujuk Suparman atau Parman, pimpinan jamaah Ahmadiyah Cikeusik agar mematuhi surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri, yang di antaranya menyebutkan jamaah Ahmadiyah dilarang melakukan aktivitas.
Ketika Parman diamankan Polres Pandeglang, warga sebenarnya sudah tenang. Namun rombongan jamaah Ahmadiyah dari luar kota tiba-tiab datang dan tinggal di rumah Parman.
Jamaah Ahmadiyah dari luar kota pun, ujar dia, sebenarnya sudah diminta polisi untuk menyingkir dari rumah itu, karena khawatir disalahpahami masyarakat setempat.
“Namun, mereka bukannya menuruti imbauan polisi, malah menantang, dan telah mempersiapkan senjata seperti tombak, batu dan ketapel. Pada aparat keamanan mereka juga mengatakan, `kalau polisi tidak bisa mengamankan kami akan bertahan sampai titik darah penghabisan`,” katanya.
Merasa Dirugikan
Bupati Temanggung, Hasyim Affandi, juga menyatakan, masyarakat Temanggung merasa dirugikan oleh pemberitaan seputar kerusuhan berbau SARA beberapa waktu lalu. Hasyim menuding pers tidak obyektif dalam memberitakan peristiwa yang sesungguhnya.
Saat menerima delegasi DPD dan Komisi VIII DPR di aula kantor Bupati Temanggung, Jawa Tengah, Hasyim mengatakan, dirinya sempat membaca sebuah berita berjudul ‘Satu Sekolah dan Tiga Gereja Luluh Lantak Diamuk massa’ dari sebuah media cetak terbitan Jakarta. Judul serupa juga muncul di televisi swasta. “Itu sangat tendensius dan merugikan masyarakat Temanggung,” tegas Hasyim Afandi.
Di hadapan Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida dan Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding, Hasyim Affandi juga membantah tudingan bahwa Pemda Temanggung melakukan pembiaran. “Upaya persuasif sudah dilakukan. Tetapi jumlah massa di depan PN Temanggung memang jauh melebihi jumlah aparat keamanan,” tuturnya.
Karenanya Hasyim menilai adanya dramatisasi terhadap pemberitaan yang mengangkat kerusuhan pada 8 Fabruari lalu itu. “Kejadian di Temanggung tidak seperti yang digambarkan media. Saya melihat terlalu banyak yang didramatisir,” tandasnya. (ant/hid/arrahmah.com)