JAKARTA (Arrahmah.com) – Anggota Komisi VIII DPR RI, Herlini Amran mengungkapkan, terjadinya peristiwa Cikeusik dan Temanggung mesti disikapi dengan serius oleh pemerintah. Karena itu, pemerintah harus secara intensif melakukan sosialisasi Surat Keputusan Bersama oleh Menteri Agama, Jaksa Agung dan Mendagri tertanggal 9 Juni 2008.
Menurut Herlini, sosialisasi SKB ini sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam memandang permasalahan Ahmadiyah. Lemahnya sosialisasi pemerintah bisa menyebabkan berlarut-larutnya persoalan ini. Kita juga menyangkan sikap aparat keamanan yang tidak bisa mencegah terjadinya bentrokan.
“Kejadian Cikeusik dan Temanggung harus menjadi pelajaran agar peristiwa ini tidak terulang lagi. Pemerintah seharusnya jangan ragu mengambil sikap terhadap persoalan Ahmadiyah. Pemerintah dan aparat keamanan harus tegas menindak siapapun yang berbuat kekerasan. Pemerintah juga harus tegas karena permasalahan Ahmadiyah menyangkut masalah aqidah yang sangat sensitif”, tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari daerah pemilihan Kepulauan Riau (Kepri), di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta.
”Adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 11/MUNAS VII/MUI/15/2005 yang merupakan penegasan kembali keputusan fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 bisa memperjelas tentang keberadaan Ahmadiyah. Dalam fatwa tersebut, MUI pun sudah menganjurkan bahwa bagi mereka yang terlanjur mengikuti Aliran Ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al-ruju’ ila al-haqq), yang sejalan dengan al-Qur’an dan al-Hadis. Akan lebih ”, papar Herlini
Keputusan SKB 3 (tiga) Menteri berisi antara lain: pertama, Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yangmenyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Kedua, Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota,dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
Ketiga, Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
Keempat, Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Kelima, Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keenam, Memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini. Ketujuh, Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. (hid/arrahmah.com)