JAKARTA (Arrahmah.com) – Jenazah muslim yang ditembak Densus 88 tidak ada yang di visum et repertum. “Hal ini berhubung tidakada lembaga yang independen dan akurat. Lembaga yang tidak bisa ditekan oleh penguasa, punya keberanian mengungkap fakta yang terjadi pada tubuh korban-korban penembakan aparat Densus 88.” Demikian diutarakan oleh Ahmad Michdan kordinator Tim Pembela Muslim (TPM) kepada arrahmah.com malam ini Senin (20/5/2013).
Lebih jauh Michdan juga menyarankan, dan ini sudah lama menyuarakan usulnya ke fakultas kedokterann jurusan forensik UI, agar ada lembaga independen untuk hal ini . Mestinya ada lembaga resmi yang independent dan akurat secara forensik untuk meneliti jenazah-jenazah korban Densus 88. Sehingga proses kematian korban penembakan bisa diketahui secara ilmu forensik, apakah ada perlawanan-perlawanan yang bisa dijadikan judicial killing, apakah benar ada baku tembak. “Penembakan di dalam rumah, katanya ada perlawanan, ini harus bisa dibuktikan. Terkena ,di bagian mana? Bagaimana penembakan itu? Ahli-ahli forensik itu bisa tahu. ” ujar pria yang tutur katanya kalem ini.
Selama ini baru dilakukan tes DNA saja untuk membuktikan adanya keterkaitan korban dengan keluarganya. Tetapi visum yang menyebabkan mereka meninggal itu belum ada. Apakah mereka ditembak dari jarak dekat, apakah karena pukulan benda tumpul, atau karena penyiksaan dan lain-lain.
Ini penting sekali untuk diketahui oleh masyarakat, dalam konteks muslim banyak yang menjadi korban Densus 88 namun mereka melenggang saja tanpa dosa terus meningkatkan kekejamannya dari waktu ke waktu.
Sangat ironi menyaksikan dan mengamati penembakan-penembakan terhadap para muslim ini. Kalau dulu bom bali ada kasusnya bom Mariot juga. Michdan mempertanyakan “Sekarang ini mereka ditembak untuk kasus yang dimana?” tanyanya penuh krirtis. Tuduhan terorisme itu harus bisa dibuktikan bahwa ada tindakan terorisme.
Kesaksian beberapa keluarga korban mendapati pada tubuh saudaranya yang meninggal jahitan-jahitan kasar yang mengindikasiakan bekas dibedah. Namun mereka enggan melaporkan kejadian itu, meski itu hak mereka. Pernah ada yang melaporkan namun tidak ada tanggapan.
(azmuttaqin /arrahmah.com)