MUNICH (Arrahmah.com) – Pemimpin NATO mengkritik pemotongan anggaran pertahanan Eropa pada hari Jumat (4/1/2011), dengan mengatakan bahwa gejolak di Mesir dan di tempat-tempat lainnya di Afrika Utara maupun Timur Tengah menunjukkan bahwa Eropa perlu berinvestasi lebih banyak dalam sektor keamanan.
Jenderal Anders Fogh Rasmussen menyatakan pengeluaran pertahanan selama dua tahun terakhir negara-negara Eropa yang bergabung dengan NATO sudah menyusut hingga angka $ 45 miliar – setara dengan anggaran pertahanan seluruh Jerman.
Potongan tersebut memperlihatkan kesenjangan antara pengeluaran oleh Amerika Serikat dengan sekutu Eropa, Rasmussen mengatakan dalam Konferensi Keamanan Munich yang diselenggarakan setiap tahun.
“Sepuluh tahun yang lalu, Amerika Serikat menyumbang hampir setengah dari total belanja pertahanan anggota NATO,” kilah Rasmussen.
“Hari ini investasi Amerika hampir 75 persen (dari anggaran NATO keseluruhan) – dan akan terus tumbuh, bahkan dengan pemotongan baru dalam pengeluaran Pentagon yang diumumkan Gates bulan lalu.”
Rasmussen pun sempat mengulas peristiwa yang terjadi di Mesir, Tunisia, Yordania, Yaman, dan di tempat lain di Timur Tengah dan Afrika Utara.
“Hasil dari krisis ini masih belum jelas serta konsekuensi jangka panjang yang tak terduga. Tapi satu hal yang kami tahu: tidak ada lagi kepastian yang sebelumnya, karena saat ini telah terjadi pergeseran kondisi.”
“Yang dipertaruhkan hari ini bukan hanya ekonomi dunia, tetapi juga tatanan dunia. Jadi apalagi alasan Eropa menyimpulkan tidak perlu lagi berinvestasi di sektor pertahanan?” ia bertanya.
Rasmussen juga mengutip tiga kali lipat dari anggaran pertahanan Cina dalam dekade terakhir dan anggaran India yang merangkak naik 60 persen pada periode yang sama.
Dia mengancam bahwa jika negara-negara Eropa terus memangkas anggaran belanja dan terus membiarkan kesenjangan antara Eropa dan AS melebar lebih lanjut, Washington bisa mulai mencari negara lain untuk dijadikan sekutu.
Rasmussen pun menyarankan agar negara-negara Eropa menyikapi masa ekonomi sulit dengan mengumpulkan sumber daya dan meningkatkan investasi dalam pengembangan proyek pertahanan multi-nasiona, serta dengan menempa hubungan yang lebih erat dengan sektor swasta.
Ia mengatakan Inggris dan Prancis adalah dua pemboros terbesar dalam bidang penelitian dan pengembangan di sektor pertahanan, namun investasi mereka hanya 12 persen dari investasi Amerika Serikat. Selain itu, 80 persen dari penelitian dan pengembangan tersebut hanya dipakai untuk program nasional.
“Kita perlu untuk berbuat lebih baik. Jika bangsa-bangsa mencurahkan bagian lebih besar dari anggaran riset dan pembangunan untuk proyek-proyek multinasional, hal itu lah yang akan membuat perbedaan,” pungkas Rasmussen. (althaf/arrahmah.com)