(Arrahmah.com) – Kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia sangat mencengangkan. Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, pada tahun 2012 angka kekerasan seksual terhadap perempuan mencapai 216.156 kasus. Dan sejak awal tahun 2013 hingga saat ini jumlah kasus pemerkosaan mencapai 42 kasus (okezone.com,19/04/2013). Bahkan, Polres Jaktim kewalahan menangani banyaknya kasus pemerkosaan (kompas.com, 08/04/2013).
Mengapa semua ini terjadi? Semua terjadi akibat sekulerisme dan liberalisme. Sekulerisme merupakan suatu paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan, sedangkan liberalisme adalah paham kebebasan. Akibat kedua paham ini orang akan jauh terhadap keimanan dan ketakwaan. Paham liberalisme akan membuat orang bertingkah laku, dan berpenampilan bebas tanpa memperdulikan hukum agama. Buktinya semakin banyak perempuan yang berpenampilan mengumbar auratnya, padahal islam mengatur bagaimana perempuan berpakaian. Hal ini menjadi rangsangan bagi kaum laki-laki yang sudah dijauhkan dari paham agamanya akibat sekulerisme, sehingga marak terjadi kasus pemerkosaan.baik lelaki dan perempuan mereka sama-sama tidak tahu bagaimana agama islam mengatur kehidupan dalam pergaulan. Pemerintahan demokrasi pun berperan dalam fenomena ini, karena demokrasi menjamin hak setiap individu untuk kebebasan berprilaku, bahkan di lindungi oleh negara.
Akar masalah dari fenomena ini adalah pemisahan agama dari kehidupan yaitu sekulerisme dan paham liberal yang disokong oleh pemerintahan sistem demokrasi. Oleh karena itu untuk menuntaskan permasalahan kasus pemerkosaan ini hanya bisa di selesaikan dengan penyatuan antara agama yaitu islam dan kehidupan. Dengan kata lain menjadikan islam sebagai sistem kehidupan. Islam mengatur perempuan barpakaian untuk menutup auratnya dan berprilaku sesuai dengan hukum syara’. Hal ini mengurangi rangsangan bagi kaum laki-laki. Islam pun memupuk ke imanan dan ketakwaan perempuan dan laki-laki, memerintahkan untuk menundukkan pandangan, menjaga kemaluan, anjuran untuk menikah bagi yang sudah mampu dan berpuasa bagi yang belum mampu. Jika masih ada kasus pemerkosaan maka negara akan menghukum dengan tegas, yang bisa mencegah kejahatan, memberi efek jera, dan juga sebagai penebus dosa.
Abdurrahman al-Malikiy di dalam Nizhâm al-Uqûbât menuliskan bahwa pelaku pelecehan atau pencabulan bila tidak sampai memerkosa korbannya maka akan dikenakan sanksi penjara 3 tahun, ditambah jilid dan pengusiran. Tetapi bila memerkosa, maka pelakunya dijilid 100 kali jika ghayru mukhshan -belum pernah menikah- (QS an-Nur [24]: 2); dan dirajam hingga mati jika pelakunya mukhshan (sudah pernah menikah). Jika disertai kekerasan, maka atas tindakan kekerasan itu juga dijatuhkan sanksi tersendiri sesuai hukum syara’. Semua ini hanya bisa terjadi jika islam di terap dalam sebuah sistem pemerintahan dalam naungan negara, khilafah islam.
Walllahua’lam bish shawab
________________
Penulis
Nama : Mira Chairani
Pekerjaan : Mahasiswa Pascasarjana UPI Jurusan Pendidikan Ekonomi
Alamat : Jl. Gegersuni No. 43 A, Bandung
(samirmusa/arrahmah.com)