WASHINGTON (Arrahmah.com) – Amerika Serikat sedang menggodok rencana penghapusan dan peniadaan kode warna sejak serangan 11 September digunakan untuk menandai tingkat ancaman. Rencana ini muncul saat anggota parlemen mengeluarkan kritikan Rabu lalu (26/1/2011) bahwa sistem semacam itu hanya akan “mengajarkan ketakutan pada warga Amerika.”
Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Janet Napolitano, yang memerintahkan agar AS meninjau kembali sistem ini pada bulan Juli 2009, dilaporkan akan memberikan pengumuman mengenai keputusan terhadap perubahan sistem peringatan teror ini pada Kamis (27/1) pada saat pidato tahunan tentang kondisi keamanan AS.
Sistem yang diluncurkan pada tahun 2002 menawarkan sebuah kode warna yang menunjukkan tingkat ancaman, dari tingkat terendah (hijau) hingga biru (siaga), kuning (waspada), jingga (tinggi), dan merah (berat). Semakin tinggi kondisi ancaman, semakin besar risiko serangan teror, menurut Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS).
Tetapi sistem yang diprakarsai oleh mantan Presiden George W Bush sering kali menuai kritikan sebagai sebuah kegilaan yang menyebabkan warga resah saat menerima peringatan tanpa memperoleh alasan munculnya peringatan tersebut.
DHS menolak untuk memberikan rincian tentang apa yang akan menggantikan kode warna, meskipun ABC News melaporkan bahwa AS akan menggunakan pola yang sama dengan yang digunakan di Inggris.
DHS mengirimkan proposal rancangan penghapusan kode peringatan teror ini kepada Gedung Putih November lalu, dengan dalih sistem ini tidak tepat untuk dijadikan alat penyampai informasi dari ntelijen ke masyarakat,” kata seorang pejabat senior DSH pada Washington Post.
Menurut laporan, tingkat ancaman selama ini hanya seputar kuning atau jingga, tidak pernah sekalipun berubah menjadi hijau atau biru, dan hanya sekali berubah merah, pada tanggal 10 Agustus 2006, di tengah ancaman Al Qaeda yang menargetkan penerbangan transatlantik. (althaf/arrahmah.com)