WAZIRISTAN (Arrahmah.com) – Seorang mantan mata-mata Pakistan yang membantu kebangkitan Taliban dan berkuasa di Afghanistan dilaporkan telah meninggal dunia setelah berada dalam penyanderaan selama 10 bulan terakhir di barat laut Pakistan, Senin (24/1/2011).
Sultan Amir Tarar yang pernah menjadi sekutu Amerika saat Uni Soviet menyerang Afghanistan pada tahun 1980-an, dilatih di Fort Bragg, Carolina Utara, meninggal dunia karena serangan jantung, ujar Tariq Hayat, wakil pemerintahan senior di daerah kesukuan Pakistan.
Tarar ditangkap bersama jurnalis TV Inggris yang dirilis di bulan September dan mantan intelijen lainnya, Khalid Khawaja yang dieksekusi oleh penculiknya pada bulan April. Tidak jelas mengapa kedua orang ini mendatangi baratlaut Pakistan, namun kemungkinan mereka menjadi pemandu untuk reporter tv Inggris.
Kematiannya dalam penculikan juga diselimuti ketidakpastian, tetapi muncul untuk mengindikasikan sejauh mana kesetiaan meninggalkan badan-badan intelijen Pakistan oleh beberapa “militan” di baratlaut yang dibina generasi sebelumnya.
Tarar yang lebih dikenal sebagai Kolonel Imam dan biasanya terlihat mengenakan sorban putih dan jaket tentara, memainkan peran utama dalam menyalurkan dukungan Pakistan dan pelatihan untuk Mujahidin Afghanistan saat memerangi Uni Soviet pada tahun 80-an dengan biaya sebagian besar dari CIA.
Kolonel Imam pensiun dari dinas intelijen Pakistan, ISI dan disebut-sebut memainkan perang sentral dalam membentuk kelompok perlawanan di Afghanistan pada saat invasi Soviet tahun 1979, ia kemudian “dipelihara” kelompok Taliban pada tahun 1990-an.
Amir Imarah Islam Afghanistan saat ini Mullah Umar disebut-sebut pernah mengikuti pelatihan di kamp-kamp tersebut pada 1985, sembilan tahun sebelum akhirnya ia memimpin gerakan Taliban yang akhirnya menguasai Afghanistan.
Kolonel Imam menjadi konsul umum Pakistan di Herat, Afghanistan ketika Taliban akhirnya meraih kekuasaan pada tahun 1995.
Setelah Soviet mundur, ia terus menjadi orang utama Pakistan dengan Taliban, yang dilihat oleh Islamabad sebagai sekutu. Ia memberikan pergerakan itu senjata, pendanaan dan pelatihan dan dikenal sangat dekat dengan Mullah Omar. Ia dan Khawaja tetap secara terbuka bersimpati dengan Taliban Afghanistan dan Mullah Omar sejak kejatuhan rezimnya pada tahun 2001 akibat invasi AS.
Beberapa media melaporkan Tarar memelihara hubungan operasional dengan pejuang Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir yang ia sangkal. Dalam wawancara sebelum penculikannya, ia telah mengatakan perlunya negosiasi dengan Taliban Afghanistan untuk mengakhiri perang hampir 10 tahun itu.
Sebuah kelompok militan yang sebelumnya tidak dikenal yang menamakan diri Macan Asia awalnya mengklaim telah menangkapnya. Pengamat berspekulasi para penculik adalah generasi baru “militan” yang telah berbalik melawan mantan pelindung mereka.
Pada bulan Juli, Tarar muncul dalam video mengatakan dia ditahan oleh kelompok lain dan mereka menuntut pembebasan tahanan yang berada di tangan pemerintah untuk pertukarannya.
Kematian Tarar dilaporkan pertama kali pada hari Minggu (23/1), namun para pejabat tidak bisa mengonfirmasi. Dia diyakini berada di Waziristan Utara, sebuah wilayah yang berbatasan dengan Afghanistan yang diyakini menjadi basis kekuatan Mujahidin.
Hayat, pejabat pemerintah mengatakan otoritas mengatakan “yakin bahwa ia telah meninggal” tapi militan masih menyimpan jenazahnya. Ia mengklaim para penculik meminta tebusan 200.000 USD untuk mengembalikan jenazahnya. (haninmazaya/arrahmah.com)