ISLAMABAD (Arrahmah.com) – Mantan presiden boneka Pakistan, Pervez Musharraf telah mengakui bahwa “beberapa” kali pemerintahannya mengizinkan Amerika Serikat untuk meluncurkan serangan pesawat tak berawak di negara Asia Selatan itu, lapor Press TV.
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan CNN pada Kamis (11/4/201#) malam, Musharraf mengklaim pemerintah memberikan izin “hanya pada beberapa kesempatan ketika target benar-benar terisolasi dan tidak ada kemungkinan kerusakan kolateral”.
Dia menyatakan bahwa Islamabad dan Washington membahas operasi pesawat tak berawak di level militer dan intelijen.
Musharraf juga mengklaim : “Anda tidak bisa menunda aksi. Ini terus pasang surut, situasi yang sangat cair, musuh, pegunungan, wilayah yang tidak terjangkau.”
Mantan jenderal angkatan darat yang meraih kekuasaan dalam kudeta di bulan Oktober 1999, mengundurkan diri pada Agustus 2008 lalu ketika sekutu-sekutunya kalah pemilihan parlemen pada Februari 2008. Setahun kemudian, ia meninggalkan Pakistan.
Bulan lalu, pria berusia 69 taun itu kembali ke rumahnya setelah hampir empat tahun melakukan pengasingan di London dan Dubai, untuk mencalonkan diri pada pemilihan yang rencananya akan diadakan pada 11 Mei mendatang.
Pada 7 April, The New York Times juga pernah melaporkan bahwa Pakistan mengizinkan AS untuk melancarkan serangan drone pembunuh di wilayahnya di bawah perjanjian rahasia dua negara itu pada tahun 2004.
Islamabad membantah laporan itu dan menyebutnya “tidak berdasar dan merupakan bagian dari propaganda untuk menciptakan kebingungan tentang posisi yang jelas dari Pakistan dalam masalah tersebut”.
Para pejabat AS menolak untuk membahas rincian program rahasia ini dan jumlah korban tewas sebenarnya dari serangan pengecut tersebut yang sampai saat ini masih menjadi misteri.
Washington menggunakan drone pembunuh di beberapa negeri kaum Muslim, mereka mengklaim menargetkan “militan”. Namun menurut saksi mata, sebagian besar serangan telah menyebabkan korban sipil yang besar. (haninmazaya/arrahmah.com)