(Arrahmah.com) – Umat Islam di Burma terus mengalami kekerasan dari orang-orang musyrik Buddhis ekstrim, terkhusus di negara bagian Arakan (Rakhine) di mana Muslim Rohingya menderita diskriminasi dan penganiayaan yang hampir tak pernah henti, hingga sekarang.
Pembunuhan, pembakaran rumah-rumah, masjid-masjid, serta madrasah-madrasah Islam dan pemerkosaan Muslimah seakan hal yang ringan bagi orang-orang musyrik dan seakan mereka kebal hukum. Pemerintah Burma tidak terima dituduh sebagai dalang genosida ini, tetapi dengan kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki pemerintah tidak mampu menghentikan para teroris itu menyerang kaum Muslimin. Setiap orang berakal melihat bahwa pemerintah Burma mendiamkan genosida ini, bahkan banyak bukti bahwa aparat keamanan mereka juga justru ambil andil dalam genosida ini.
Di sisi lain, orang-orang Muslim yang selamat berusaha dengan tenaga dan kemampuan mereka yang terbatas untuk melarikan diri dari tempat tinggal yang telah berubah bagai “neraka” itu. Mereka hendak menyelamatkan diri dan meminta perlindungan ke negara-negara tetangga terutama negara-negara mayoritas Muslim. Berharap atas dasar Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) mereka akan diterima dengan tangan terbuka.
Tetapi, kenyataannya tidak. Sungguh malang nasib saudara-saudara Muslim Rohingya dan sungguh mati hati para penguasa di negara-negara Muslim tetangga yang dimintai pertolongan itu. Mereka ditolak mentah-mentah. Atas dasar nasionalisme tanpa belas kasihan sebagian besar mereka dikembalikan pulang ke negeri di mana orang-orang musyrik siap “melahap” mereka. Di atas perahu kayu mereka terombang-ambing di laut lepas, kelaparan dan kehausan, kepanasan dan kedinginan, hingga tak sedikit yang meninggal dunia dan jasad mereka terpaksa dilemparkan ke laut. Maka tak berlebihan jika Muslim Rohingya merasa bahwa tak ada tanah di bumi ini yang mau menerima mereka. Hanya sebagian kecil yang tinggal di kamp pengungsian, itupun dalam kondisi sangat tidak layak serta akses bantuan dari luar sulit.
Apa salah mereka? Pemerintah Burma berdalih bahwa mereka adalah para imigran ilegal dari Bangladesh yang mengungsi ke Burma. Padahal, telah berabad-abad lamanya Muslim Rohingya lahir dan berkembang di negeri tersebut.
Selama ini mayoritas media mengabarkan bahwa tragedi di Arakan adalah bentrokan sektarian antara dua kubu (Muslim dan Buddhis). Faktanya, yang terjadi adalah genosida Muslim!
Alasannya adalah hanya karena mereka Muslim dan ras mereka berbeda.
“Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mu’min itu melainkan karena orang-orang mu’min itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu’min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab [neraka] yang membakar.” (Qs. Al-Buruj [85]: 8-10)
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (Qs. Al-Maaidah [5]: 82)
Berikut adalah terjemahan sebuah dokumentasi yang menggambarkan sekilas penderitaan Muslim Rohingya di Arakan disertai dengan kesaksian korban yang berhasil menyelinap ke Bangladesh. Video ini dirilis oleh Wearehelp.org sebagai awakening agar masyarakat dunia menyadari bahwa di belahan bumi Burma ada masyarakat yang tertindas, terlupakan, dan diabaikan oleh dunia. Video ini memang dirilis pada 2012, akan tetapi mengajak masyarakat sadar akan kondisi Muslim Rohingya tidak hanya sebatas tahun lalu, karena penderitaan Muslim Rohingya masih berlangsung hingga saat ini.
***
Korban: “Tidak adakah tempat di bumi ini di mana kami bisa berlindung, tidak adakah negara yang mau memberikan kami tempat untuk hidup?”
“Kami adalah satu-satunya orang di bumi ini yang tidak mendapatkan hak asasi manusia”
“Bagi mereka kami adalah binatang.”
“Wahai saudara-saudaraku! Tidakkah kalian memiliki cinta untuk kami? tidakkah kalian memiliki simpati terhadap kami?”
Narator: Mereka dicap sebagai salah satu masyarakat paling tersiksa di dunia oleh PBB.
Namun tak seorangpun tahu nama mereka.
Mereka adalah orang-orang yang terlupakan.
Orang-orang Rohingya telah menjadi sasaran pembersihan etnis yang disponsori oleh pemerintah Burma.
Meskipun keberadaan mereka di Burma sejak abad ke-8, orang-orang Rohingya ditolak kewarganegaraannya dan dikecam sebagai para imigran ilegal.
Ditargetkan hanya karena agama dan ras mereka, orang Rohingya menderita tingkat diskriminasi yang menindas di hadapan mayoritas Buddhis Rakhine. Perampasan tanah, kerja paksa dan penolakan dalam setiap hak asasi manusia dasar adalah karakteristik realita setiap hari bagi rakyat Rohingya.
Dalam beberapa pekan terakhir, kekerasan yang meningkat telah menelantarkan lebih dari 90.000 rakyat Rohingya. Desa-desa dibakar, orang-orang diculik, kamp-kamp konsentrasi (aparat) didirikan, para wanita diperkosa dan anak-anak dibantai tanpa ampun.
Orang-orang yang selamat berusaha mati-matian untuk melarikan diri dari penganiayaan dan mencari perlindungan di negara-negara tetangga seperti Bangladesh. Tetapi mereka ditolak oleh para penjaga perbatasan. Pemerintah Bangladesh bahkan baru-baru ini telah menghalangi kelompok-kelompok bantuan dari membantu para pengungsi yang melarikan diri dari kekerasan itu.
“Perdana Menteri, anda tahu bahwa mereka dianiaya di negara mereka sendiri, mereka berusaha untuk melarikan diri dan mereka ditolak masuk ke negara anda?” tanya wartawan.
“Baiklah, mengapa kami harus mengizinkan masuk ke negara kami?” kata Sheikh Hasina.
Perahu berisi orang-orang kelaparan, terluka dan sekarat, wanita dan anak-anak berbalik pergi, dipaksa untuk memilih apakah kembali untuk mati di Burma atau menunggu kematian di laut terbuka.
Akibat kelalaian media dan juga pemerintah, mayoritas orang tidak mengetahui situasi mengerikan ini.
“Adik-adik perempuan, kakak-kakak saya dan kerabat lainnya dibakar hidup-hidup mereka membakar anak-anak saya, kami tidak tahan lagi, jadi kami datang ke Bangladesh, penjaga Pantai mengembalikan kami tiga kali dan kami mengapung di laut selama empat hari empat malam dan kemudian kami berhasil menyelinap masuk,” kata seorang Muslimah Rohingya, korban kekerasan.
“Tiga dari empat anak kami dibakar hingga mati di Burma, dua lainnya meninggal di perahu saat ke sini,” tambahnya.
“Masyarakat saya membusuk. Anak-anak kami kelaparan dan kehausan. Sudah tujuh belas tahun penindasan dan kami masih tidak mendapatkan kedamaian,” kata seorang pria Muslim Rohingya, korban kekerasan.
Penganiayaan terhadap orang Rohingya tidak bisa digambarkan dalam istilah lain, melainkan pembersihan etnis dan genosida. Kita perlu menekan para pemimpin kita untuk bertindak sekarang. Mereka harus tahu bahwa dunia tidak akan duduk diam disaat penderitaan terus berlanjut. Rakyat Rohingya butuh bantuan kita.
***
Setiap Muslim adalah saudara. Jika kita memiliki kemampuan untuk membantu, bantulah. Jika tidak, maka rasa kepedulian dan doa adalah hal yang minimal. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Perumpamaan mukmin dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu satu tubuh, apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuhnya turut merasakan hal yang sama, sulit tidur dan merasakan demam.” (HR. Muslim)
“Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di hari Kiamat..” (HR. Muslim)
Hendaklah para penguasa di negeri kaum Muslimin menyadari bahwa haram menyerahkan seorang Muslim kepada musuh. Dan, mereka bertanggung jawab karena membiarkan Muslim tertindas di negeri mayoritas musyrik padahal mereka memiliki kemampuan untuk membantu.
“Seorang muslim adalah saudara bagi seorang muslim lainya, tidak boleh menganiayanya dan menyerahkannya (kepada musuh). Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, Allah akan membantu kebutuhannya. Barangsiapa membebaskan kesukaran seorang muslim, Allah akan membebaskan darinya satu kesukaran dari antara kesukaran-kesukaran pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi (cacat)nya akan ditutup aibnya kelak di hari kiamat.” (HR. Bukhari-Muslim).
(siraaj/arrahmah.com)