KAIRO (Arrahmah.com) – Sebanyak 9.000 pengungsi Palestina yang melarikan diri dari konflik di Suriah dan mencari keamanan di Mesir telah mendapati bahwa negara tuan rumah itu melakukan diskriminasi terhadap mereka yang ditegakkan oleh pemerintah Mursi. Diskriminasi diwujudkan dalam beberapa cara yang berbeda dan memiliki dampak langsung terhadap keselamatan para pengungsi, serta dampak jangka panjang terhadap status mereka, seperti dilansir PNN pada Jumat (29/3/2013).
Saat ini, pengungsi Palestina dari Suriah hanya dapat memasukiMesir jika mereka tiba langsung dari Damaskus di bandara Kairo – suatu kondisi di mana tidak banyak pilihan karena bandara Damaskus telah secara rutin ditutup. Setiap pengungsi Palestina yang tiba dari Turki atau Lebanon atau tempat lainnya ditahan di bandara dan tekanan diterapkan pada mereka sampai mereka setuju untuk kembali ke Suriah. Ketika pemerintah Mesir memaksa para pengungsi ke pesawat kembali ke Lebanon atau Turki, otoritas Lebanon dan Turki juga menolak masuknya mereka dan memaksa mereka kembali ke Mesir.
Setelah memasuki Mesir, bagaimanapun, pengungsi Palestina dari Suriah dicegah mendaftar dengan UNHCR. Kementerian Luar Negeri Mesir telah menyatakan bahwa Palestina jatuh di bawah mandat UNRWA, tapi Mesir adalah wilayah di mana UNRWA tidak bermandat.
Dengan demikian, pengungsi Palestina tidak berhak untuk mendapat tempat tinggal, perawatan kesehatan, bantuan makanan dan layanan lainnya serta dukungan yang diberikan oleh UNHCR ke pengungsi lain di negara ini. Mesir terikat oleh Konvensi atas Pengungsi tahun 1951 dan juga Organisasi Uni Afrika yang berkaitan dengan pengungsi. Namun, dalam hal ini Palestina disisihkan.
Sanaa Ibrahim (20) dan Khaled Ibrahim (29) adalah korban terbaru dari diskriminasi ini. Tiba di Mesir melalui Turki, kakak beradik ini ditahan di bandara selama 30 hari. Pada dua kesempatan Sanaa diterbangkan ke Lebanon, tapi pemerintah Lebanon menolak untuk mengizinkan masuk dan mengirimnya kembali ke Kairo.
Pada Jumat (29/3) pagi, Sanaa, Khaled dan 3 pengungsi Palestina lainnya dari Suriah terjebak di bandara, termasuk pengungsi anak-anak di bawah umur. Mereka malah dikirim ke Penjara Karatin di Kairo. UNHCR tidak memiliki akses kepada mereka.
Sanaa dan Khaled memiliki saudara kandung yang merupakan warga di Swedia dan dengan demikian ada kemungkinan kuat menjadi pemukim darurat di Swedia. Tapi karena mereka tidak diperbolehkan untuk mendaftar dengan UNHCR, tidak ada cara legal untuk memprosesnya dan mempertimbangkan pemukiman kembali.
Saat ini, Sanaa dan Khaled tidak dapat memanfaatkan bentuk perlindungan paling dasar yang seharusnya diberikan kepada para pengungsi. Tapi kasus ini bukan hanya tentang 2 orang kakak beradik. Semua pengungsi Palestina di Mesir berada di limbo hukum dan tetap berada di luar segala bentuk perlindungan internasional. (banan/arrahmah.com)