DAMASKUS (Arrahmah.com) – Tewasnya ulama besar loyalis rezim Nushairiyah Suriah, Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi, pada Kamis (21/3/2013) malam dalam ledakan di masjid jami’ Al-Iman, desa Mazra’ah, ibukota Damaskus masih menimbulkan sejumlah tanda tanya di kalangan banyak kalangan.
Stasiun TV Al-Jazeera menurunkan laporan lapangan dan analisa dari wanita aktivis media di Damaskus, Reim Ad-Dimasyqiyah seputar tewasnya al-Buthi.
Dalam laporan via sambungan telepon satelit, aktivis media itu mengatakan kepada TV Al-Jazeera, “Assalamu’alaikum. Ya, ledakan terjadi di masjid jami’ Al-Iman, desa Mazra’ah, yang menewaskan Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, ada korban tewas dan luka-luka. Lebih dari 20 orang tewas. Mobil-mobil ambulance memenuhi lokasi, sementara itu pasukan Bashar Asad menembakkan peluru secara membabi buta di kawasan itu untuk mencari pihak yang bertanggung jawab atas serangan ini.”
“Namun tidak mustahil rezim berada di balik serangan ini. Sebab, sudah biasa rezim Asad membombardir masjid-masjid dan membunuhi warga sipil. Sementara itu selama ini Tentara Bebas Suriah (mujahidin FSA) belum pernah menyerang warga sipil.”
Pembawa berita TV Al-Jazeera bertanya kepada aktivis media, Reim Dimasyqiyah, “Namun, bukankah ada kemungkinan satu kelompok tertentu dalam FSA menyerang Syaikh Al-Buthi, sebab selama ini beliau adalah salah seorang pendukung terbesar rezim?”
Aktivis media, Reim Dimasyqiyah, menganalisa, “Ya, rezim ingin mengatakan bahwa Al-Buthi menjadi sasaran serangan kelompok fundamentalis yang memiliki kaitan dengan Al-Qaeda. Rezim ingin menguatkan klaim-klaimnya selama ini bahwa rezim merepresentasikan seluruh elemen warga Suriah, saat duduk dalam meja perundingan yang dihadiri wakil Washington dan Moscow.”
“Dalam kondisi saat ini, jelas sekali rezim hanya merepresentasikan minoritas warga Suriah. Hal itu akan menambah intimidasi terhadap sebagian ahlus sunnah yang loyal kepada rezim. Sebab rezim akan menghantam mereka untuk menjustifikasi klaim-klaim mereka (tentang eksistensi kelompok teroris dan Al-Qaeda).”
“Hal lain yang membuktikan hal ini adalah FSA tidak pernah satu hari pun menyerang masjid. Justru FSA selama ini hanya berjuang untuk melindungi masjid-masjid. Bahkan FSA juga melindungi gereja-gereja. Oleh karena itu rezim ingin menarik perhatian dunia internasional bahwa kelompok ahlus sunnah sengaja membunuhi para ulama yang loyal kepada rezim.”
“Tapi (tujuan jahat) itu akan berbalik sama sekali. Sebab penduduk sipil yang berada dalam masjid tidak mungkin disernag oleh FSA. FSA belum pernah menyerang penduduk sipil, sejak awal revolusi sampai hari ini. ”
Tentang kemungkinan sebagian unsur FSA menyerang Syaikh al-Buthi karena posisi Syaikh al-Buthi yang sangat mendukung rezim Bashar Asad selama dua tahun revolusi rakyat berlangsung, aktivis media Reim Dimasyqiyah menyatakan, “Memang benar Syaikh al-Buthi adalah syaikh mereka (rezim Nushairiyah Suriah). Namun sampai saat ini tidak pernyataan apapun dari elemen FSA yang menyatakan bertanggung jawab atas serangan tersebut.
“Kawasan masjid jami’ (tempat Syaikh al-Buthi mengajar) adalah kawasan yang mendapat penjagaan sangat ketat. Siapa pun yang masuk ke kawasan itu harus menjalani pemeriksaan yang ketat (dari aparat keamanan rezim). Bahkan kaum wanita pun diperiksa dengan sama ketatnya.”
“Saya juga ingin mengingatkan bahwa di kawasan masjid itu ada cabang partai (Ba’ats) dan milisi Syabihah pro rezim dikerahkan dalam jumlah sangat banyak setiap hari di kawasan itu. Jika hal ini mengindikasikan sesuatu, maka tak lain adalah indikasi bahwa rezim Asad menguasai sepenuhnya kawasan itu dan bahwasanya peranan al-Buthi telah habis menurut rezim. Oleh karenanya rezim membunuhnya hari ini.”
Demikian analisa wanita aktivis media, Reim Dimasyqiyah, untuk stasiun TV Al-Jazeera pada Kamis (21/3/2013) malam.
Kawasan desa Mazra’ah, ibukota Damaskus, adalah kawasan yang steril dari mujahidin Islam dan mujahidin FSA. Pasukan rezim Nushairiyah dan milisi Syiah Shabihah menguasai sepenuhnya masjid jami’ Al-Iman di desa itu dan kawasan sekitarnya. Markas cabang Partai Sosialis Ba’tas juga berdiri tegak di desa itu.
Penjagaan super ketat dilakukan oleh pasukan rezim Nushairiyah dan milisi Syiah Shabihah. Siapa pun yang akan memasuki kawasan itu dan masjid jami’ Al-Iman akan menjalani pemeriksaan sangat ketat dari pihak pasukan Nushairiyah dan milisi Syiah Shabihah. Tidak akan ada mujahid Islam atau mujahid FSA yang membawa bom bisa memasuki kawasan itu dan melakukan serangan bom dalam masjid.
Tidak heran apabila situs “Revolusi Suriah melawan Shabih al-Buthi” menyebut pelajaran Syaikh al-Buthi di masjid itu hanya mungkin dihadiri oleh para intelijen, polisi, tentara rezim dan milisi Syiah Shabihah pendukung rezim. Merekalah yang selama dua tahun revolusi Suriah setia menghadiri pengajian-pengajian Syaikh al-Buthi.
Hanya pasukan rezim Nushairiyah Suriah sendiri yang memiliki reputasi membombardir masjid-masjid dan membantai penduduk sipil di dalam masjid. Pembantaian terhadap lebih dari 300 warga muslim sunni di masjid jami’ Abu Sulaiman Ad-Darani, kota Daraya, propinsi Damaskus beberapa bulan lalu adalah salah satu contohnya.
Mujahidin Islam dan mujahidin FSA biasa memberikan pernyataan sikap bertanggung jawab atas operasi-operasi serangan yang mereka lakukan. Dengan super ketatnya penjagaan, ketatnya pemeriksaan identitas, dan tidak adanya pernyataan bertanggung jawab mujahidin Islam atau mujahidin FSA atas tewasnya Syaikh al-Buthi, sangat mungkin analisa yang disampaikan oleh Reim Dimasyqiyah di atas merupakan sebuah realita sesungguhnya. Syaikh al-Buthi dibunuh oleh pasukan rezim Nushairiyah sendiri, karena peranannya untuk membela rezim Suriah sudah tidak signifikan lagi. Dengan membunuh Syaikh al-Buthi, rezim Nushairiyah Suriah bisa menuding mujahidin Islam dan mujahidin FSA sebagai teroris yang memiliki kaitan dengan Al-Qaeda. “Mereka membuat makar, namun Allah membalas makar mereka dan Allah adalah sebaik-baik pembuat makar.” (QS. Ali Imran [3]: 54)
(muhibalmajdi/arrahmah.com)