JAKARTA (Arrahmah.com) – Pancasila yang dinyatakan sebagian pihak sebagai dasar Indonesia negara menurut Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Ustadz Drs. Muhammad Tholib tidak memiliki dasar yuridis (hukum) secara konstitusional. Selama ini Pancasila sebagai dasar negara hanyalah klaim sejumlah pihak.
“Di dalam Undang-Undang Dasar negara kita, tidak ada yang menyatakan Pancasila secara eksplisit adalah dasar negara Indonesia,” tuturnya kepada arrahmah.com, Jakarta, Rabu (14/3/2013).
Justru, menurutnya, di dalam konstitusi negara Indonesia pada Pasal 29 ayat 1 secara ekplisit dicantumkan dasar negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Diperkuat dengan ayat 2 nya yang menyatakan negara melindungi kemerdekaan warganya untuk menjalankan ajaran agama.
“Ini pertanyaan yang saya ajukan kepada mereka yang mengaku-aku dasar negara adalah Pancasila. Dasar hukumnya apa? Jangan sekedar mengaku tapi tidak bisa dibuktikan,” jelasnya.
Menurut Ustadz Tholib, pertanyaan tersebut pernah ia ajukan sebelumnya pada tahun 1976 kepada Pemerintah dan MPR melalui surat terbuka di Harian Masakini ketika pemerintahan Soeharto menyatakan keinginannya untuk menegaskan Pancasila sebagai dasar negara yang dilanjutkan dengan seminar penataran P4.
“Saya sudah tanyakan Soeharto dan MPR, mereka tidak bisa menjawab atas dasar hukum apa Pancasila dijadikan dasar negara? Kalau pemikiran saya salah, pasti saya ditangkap, nyatanya kan tidak. Ruslan Abdul Gani tidak bisa menjawab, Soeharto tidak bisa menjawab. Malah melalui Rektor UII dua bulan kemudian saya dipanggil Soeharto untuk ditawari menjadi pembantu presiden,” ungkapnya yang juga menjelaskan surat terbuka tersebut ia buat ketika masih menjadi berumur 26 tahun dan masih menjadi Ketua Senat mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta.
Kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa” harus jelas dulu maknanya sebagai apa? Jika maknanya adalah tauhid maka itu tidak ada persoalan lagi untuk menjadi perdebatan. Hal tersebut penting menurutnya agar diketahui parameter apa yang digunakan untuk menilai bentuk dan dasar suatu negara.
Lanjutnya, seorang ahli hukum tata negara, Prof. Azahari menafsirkan pasal 29 UUD 1945 sebagai kewajiban negara untuk menjamin rakyatnya menjalankan syariat islam bagi pemeluknya dan menjamin agama lain untuk menjalankan agamanya pula. Ia menegaskan jika negara tidak mampu menjawab pertanyaannya tentang dasar hukum pancasila dijadikan dasar negara, sebaiknya pemerintah jujur mengakui.
“Jika mereka jujur mengakui, maka tafsir prof.Azahari harus digunakan dan negara harus mengadopsi syariat Islam sebagai dasar negara,” ucap Ustadz Tholib.
Lebih dari itu, penjaminan kemerdekaan dalam menjalankan agama kepada rakyatnya pada pasal 29 ayat 2 UUD 1945 merupakan kejelasan jaminan kepada umat Islam dalam menjalankan Syari’at Islam. Sebab, rakyat yang mayoritas di Indonesia adalah Muslim. Pengakuan Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Bahkan pengakuan Indonesia sebagai negara Muslim terbesar sudah diakui secara Internasional dan oleh musuh sekalipun.
“Sewaktu Presiden Rusia, Putin datang berkunjung ke Indonesia di tahun 2007, ia mengatakan bahwa Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia bukan negara pancasila. Ini jelas fakta politik secara de fakto dari warga negara diluar Indonesia,” ujar Ustadz Tholib yang menjelaskan pula ia pernah menulis di Republika terkait ucapan Putin.
Tantangan debat kepada Pro Pancasila
Kata Ustadz Tholib, untuk membuktikan bahwa negara menjamin secara konstitusi umat Islam untuk menjalankan Syari’atnya. MMI siap melakukan debat terbuka untuk kesekian kalinya kepada pihak-pihak yang mengklaim dasar negara Indonesia merupakan Pancasila.
“Kita tantang mereka untuk berdebat secara terbuka, jangan hanya mengklaim dan menetapkan dasar negara oleh sekelompok orang yang mempunyai pandangan yang sama. Jika itu dilakukan, jelas negara ini merupakan negara diktaktor,” tegasnya.
Maka dari itu, kata Ustadz Tholib, MMI akan mendesak negara untuk membuat undang-undang organik dan undang-undang turunan yang menjelaskan dan mengatur penerapan syariat Islam bagi umat Islam di Indonesia.
“Kita akan tuntut untuk dibuat undang-undang turunannya, itu kan hak kita yang sudah dijamin oleh undang-undang bahwa negara wajib menjalankan Syari’at Islam kepada umat Islam. Lalu, kenapa dalam prakteknya kita tidak diberikan? malah kita dituduh sebagai teroris. Yang teroris itu kamu, dulu saya katakan yang musuh negara itu pak Harto,” pungkasnya. (bilal/arrahmah.com)