Kehadiran pasukan penjajah dan boneka mereka memang selalu merugikan masyarakat di mana mereka berpijak. Provinsi Wardak, adalah salah satu daerah di Afghanistan di mana warganya telah geram terhadap kelakuan pasukan khusus AS dan tentara bayaran mereka.
Seorang polisi Afghan, Sersan Agha Mirza juga berkomentar terkait permusuhan terhadap pasukan khusus AS.
“Mereka selalu mengganggu masyarakat,” kata Mirza, yang sedang berdiri dengan senapannya yang berada di bahunya di sebuah pos pemeriksaan di pinggiran ibukota Wardak, Maidan Shahr, saat diwawancarai oleh wartawan The Associated Press (AP) pada Ahad (10/3/2013). “Jika mereka menganggu saya, Saya punya senjata.” Dengan kata lain, jika pasukan AS dan boneka mereka mengganggu Mirza, ia memiliki senjata untuk melawan, sementara jika yang diganggu adalah warga sipil biasa mereka tidak memiliki senjata untuk melawan.
Di sisi lain ada lelaki yang telah beruban, Muhammad Nabi mengatakan kepada AP bahwa puteranya yang paling tua, Muhammad Hassan, telah dibawa oleh pasukan khusus AS lebih dari tiga bulan lalu. Tidak ada yang memberitahu keluarganya di mana atau mengapa ia ditangkap.
Saking terganggunya, Muhammad bahkan lebih baik memilih hidup di tenda di mana saja asalkan jauh dari pasukan penjajah dan antek-antek lokalnya.
“Jika mereka tidak pergi, kami yang akan pergi,” katanya. “Kami akan meninggalkan tempat ini. Saya akan mendirikan tenda di mana saja.”
Muhammad mengungkapkan bahwa puluhan keluarga telah pindah dari rumahnya di desa Deh Afghanan karena perlakuan keji dari pasukan AS dan rekan-rekan Afghan mereka. Dia mengatakan bahwa pasukan gabungan tersebut “memukuli orang-orang dan membuat hidup kami menderita.”
“Ini tak ada hidup bagi kita atau bagi anak-anak kita,” katanya.
Muhammad mengatakan ia dan sekitar 80 pria Afghan lainnya pernah ditahan pada dua minggu lalu setelah melaksanakan shalatJum’at di masjid Kar Ka Mubaak di Deh Afghanan, yang terletak beberapa kilometer dari tenggara Maidan Shahr.
“Selama dua jam, kami berdiri di tengah salju,” kata Muhammad. “Salah seorang pria tua ingin pergi ke kamar mandi dan mereka (pasukan penjajah dan boneka mereka -red) mengatakan: ‘Silahkan di celana anda.'”
Pria lainnya juga menceritakan pengalaman buruk mereka yang didapat dari pasukan AS.
Seorang tukang amplas kayu di sebuah bengkel terdekat mengatakan kepada AP bahwa ia pernah diberhentikan saat sedang mengendarai sepeda motor dalam perjalannya untuk bekerja di desa tetangga Dah Do dan kemudian ditahan selama lima jam.
“Saat itu pukul 3 sore. Mereka menghentikan saya dan mengatakan Saya adalah mata-mata untuk Taliban,” kata Abdullah.
Abdullah menyeka sedikit air matanya, “malu karena Saya dipukuli dan tidak bisa melakukan apa-apa.” Abdullah juga mengatakan bahwa seorang tentara Afghan bersama pasukan khusus AS membantingkan gagang senapan ke lehernya, hal itu menyebabkan patah tulang pada salah satu tulang belakangnya.
Di salah satu sudut Maidan Shahr, para pria dari setengah lusin desa-desa terdekat, termasuk sebagian dari distrik Jalrez, berkumpul di sebuah ruangan yang dingin untuk menceritakan kembali serentetan tindakan-tindakan keji dari pasukan khusus AS dan tentara boneka Afghan yang membantu mereka.
Seorang pria tua, Habib Nur, mengangkat jubah abu-abunya untuk menunjukkan perban yang ia katakan akibat dipukuli oleh dua tnetara AS dan penerjmah Afghan mereka, Zikrya.
“Saya tidak bisa memberitahu kata-kata buruk yang ia gunakan terhadap saya,” katanya dengan lembut, mengacu kepada salah satu tentara AS. “Saya terlalu malu untuk memberitahu anda kata-kata itu.”
Nur bersandar di dinding ruangan, memakai selimut, melawan dinginnya udara, ia hanya bisa pasrah dan menerima keadaan.
Di dalam ruangan yang kusam, beberapa pria menunjukkan surat yang mereka tulis untuk Presiden Hamid Karzai. Surat mereka didukung oleh warga desa lainnya dan polisi, dan para pejabat intelijen menyatakan bahwa warga sipil yang ditangkap oleh pasukan khusus AS adalah tidak bersalah.
Pekan sebelumnya, mereka menunjukkan dokumen-dokumen yang sama kepada jenderal AS dan Afghan yang mendengarkan cerita mereka dan mengambil dokumen mereka. Sementara hingga saat ini militer AS dan rezim Afghan belum bersedia untuk diwawancarai oleh media terkait hal ini.
Saudara laki-laki Muhammad, Ishaq, yang pernah ditangkap bersama putera Muhammad, mengambil secarik kertas dari dalam kantongnya. Dia membukanya dengan hati-hati dan menunjukkan kepada wartawan tanda tangan yang disertai cap jari serta segel tanda pengesahan dari otoritas daerah.
Di sisi lain, ada surat panjang yang ditujukan kepada Karzai. Surat itu mengatakan perihal penangkapannya dan penangkapan Hassan di Deh Afghanan oleh pasukan khusus AS dan tentara bayaran mereka. Surat itu tertanggal telah lebih dari dua bulan lalu, meminta Karzai untuk membantu memindahkan Hassan, yang telah bekerja sebagai tukang kebun pemerintah kota selama delapan tahun.
“Kami bahkan tidak meminta mereka membebaskannya. Jika dia telah melakukan sesuatu, maka biarkan mereka menempatkannya di pengadilan,” kata Muhammad tentang puteranya.
“Tetapi kami hanya ingin tahu di mana ia, untuk melihatnya, dan jika ia telah meninggal, maka serahkan kepada kami jasadnya sehingga kami bisa menguburkannya.”
Sebagian besar yang hadir dalam perkumpulan itu adalah para pria tua yang telah berjanggut abu-abu, tetapi di sana juga ada anak-anak muda, beberapa di antara mereka juga mengungkapkan bahwa mereka pernah ditangkap dan kemudian dibebaskan. Mereka menunjukkan foto-foto semua kerabat mereka yang hilang dan menceritakan bagaimana mereka berusaha untuk mencari keluarga mereka yang hilang dengan pergi ke pejabat-pejabat pemerintah boneka, mengetuk pintu-pintu kompleks militer AS dan mengajukan petisi ke Komite Palang Merah.
Mullah Muhammad Kadim, seorang anggota dewan desa, mewanti-wanti agar pasukan khusus AS untuk angkat kaki dari tempat tinggal mereka, jika tidak maka mereka akan melakukan protes hingga para penjajah itu pergi.
“Masyarakat tidak akan menerimanya. Kami akan memprotes hingga mereka pergi,” katanya.
Naimatullah, yang mengungkapkan kepada AP bahwa dua saudara laki-lakinya sedang berada di penjara pasukan khusus AS, mengatakan bahwa Amerika Serikat telah melecehkan Karzai dengan mengabaikan abtas waktu penarikan pasukannya.
“Jika mereka tidak pergi saat presiden memberitahu mereka untuk pergi, itu menunjukkan segala sesuatu dengan orang-orang Amerika dan Karzai sama saja seperti anak kecil,” katanya. “Dia adalah presiden Afghanistan dan jika dia tidak bisa memberitahu mereka untuk pergi, bagaimana dia membantu kami menemukan anggota keluarga kami? Apa yang bisa kami lakukan?” AP melaporkan.
(siraaj/arrahmah.com)