JAKARTA (Arrahmah.com) – Dengan beredarnya video kedzaliman densus dan beredar luas di tengah masyarakat menurut saya bisa memberikan double efek (efek ganda).
Demikian itu diungkapkan Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya kepada arrahmah.com, Selasa, (5/3/2013) Jakarta.
“Tapi, semua perlu di konfrontir dengan fakta dilapangan terkait efek tersebut,”ungkapnya.
Pertama, menurut Haris, pandangan bahwa video tersebut melahirkan keresahan ditengah masyarakat. Bahkan muncul anggapan akan memprovokasi kelompok bawah tanah melakukan balas dendam terhadap aparat Densus 88 atau aparat kepolisian. Menurutnya terlalu hiperbola.
“Pandangan itu menurut saya agak berlebihan,”jelas Haris.
Menurut Haris, di Papua dulu juga pernah terjadi kasus serupa seorang yang bernama Wayan Yaweni anggota OPM yang disiksa aparat kepolisian beredar luas via dunia maya. Namun, tidak menimbulkan dampak buruk yang luas.
“Tapi, apakah kemudian melahirkan perlawanan massif juga tidak,dan keresahan itu juga terbatas. Justru ketika video kekerasan Densus di klaim melahirkan keresahan yang luar biasa, ini cenderung provokatif membangun opini dengan motif tertentu,” tegasnya.
Kedua,kata Haris, efeknya justru membuat pihak Densus 88 dan BNPT meradang, karena dianggap bisa mengancam eksistensinya dalam menjaga kontinuitas proyek kontra-terorisme. Di titik inilah, menurutnya tidak ketahui bahwa Densus dan BNPT juga bisa melakukan serangan balik baik dengan cara-cara soft (lunak) seperti meminta tokoh-tokoh Ormas tertentu menjadi speaker kepentingan BNPT dan Densus.
“Atau melobi politisi tertentu untuk bersuara sumbang membelas eksistensi Densus ditengah keterpojokannya. Atau bahkan bisa muncul accident berupa chaos atau “bom” yg akan memaksa kehadiran Densus dan melegitimisasi keberadaannya, yang berakhir pada kesimpulan Densus 88 masih diperlukan,” paparnya.
Lanjut Haris, untuk efek pertama, ia rasa tidak akan melahirkan kontraksi sosial (chaos) di teritorial tertentu seperti di Poso. Karena, masyarakat sudah cukup dewasa menyikapi, sedangkan untuk kalau ancaman kelompok bawah tanah, ia menduga tidak akan muncul mengingat kekuatan mereka tidak signifikan. Apalagi saat ini, operasi Maleo 2 juga masih berjalan untuk pulihkan keamanan bahkan untuk memburu 24 DPO versi Densus 88.
Sambung Haris, hal yang paling penting menurutnya, munculnya video di dunia maya dan diputarnya video yang sama dihadapan Kapolri oleh MUI itu sebagai sebuah early warning atas kegelisahan dan keresahan masyarakat yang selama ini terpendam terkait kinerja Densus dalam kasus terorisme.
“Justru kalau ini tidak diapresiasi dengan baik dan Polri tetap apriori dan membisu dengan sikapnya, saya kawatir ini akan melahirkan efek/dampak yang jauh lebih serius bagi kehidupan sosial politik,” tutupnya. (bilal/arrahmah.com)