JAKARTA (Arrahmah.com) – Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah sekaligus amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), menolak untuk menandatangani seluruh surat dan pemberkasan yang diajukan penyidik Bareskrim Mabes Polri.
“Dasar penolakan menandatangani karena sikap konsistennya,” ujar jurubicara tim pengacara Baasyir, M. Lutfhie Hakim, di Jakarta, Senin (13/12/10).
Abu Bakar Ba’asyir, sebelumnya dijerat Undang-Undang Terorisme dengan pasal berlapis. Sebanyak lima pasal UU Anti Terorisme ditimpakan kepada pimpinan JAT itu.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, M Yusuf, mengatakan pasal-pasal yang dijeratkan itu adalah Pasal 6, Pasal 7, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 17 UU Anti Terorisme.
Menurut dia, dari kelima pasal yang dijeratkan itu, pasal paling berat adalah Pasal 14. Pasal itu, kata dia, mengatur tentang menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Lantas, dengan penerapan pasal berlapis itu, apa hukuman maksimal yang akan diterima Ba’asyir? “Maksimal mati,” kata Yusuf di kantornya, Jakarta.
Hari ini, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dijadwalkan menerima pelimpahan tahap kedua Ba’asyir dari Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri. Bersama Ba’asyir, turut pula diserahkan berkas perkara dan sejumlah barang bukti.
Mengenai pelimpahan ini, pengacara Ba’asyir, Achmad Midan, menyatakan selama masa penyidikan, Ba’asyir lebih banyak bungkam. Menurutnya, hal tersebut tidak akan bermasalah. “Yang penting proses kesaksian transparansi akuntabel dan tidak ada tekanan. Menolak memberi keterangan itu sah saja, yang penting jaksa sudah ada bukti yang cukup,” kata Midan. (SM/arrahmah.com)