JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan fatwa haram terkait aktifitas meminta sumbangan dalam bentuk apapun yang dilakukan di pinggir jalan.
Fatwa tersebut menurut Sekretaris Umum MUI DKI, Samsul Ma’arif telah diberlakukan sejak sebulan yang lalu. Menurutnya, fatwa haram tersebut juga berlaku bagi para gelandangan dan pengemis yang dengan berbagai cara meminta sumbangan bagi kepentingan dirinya sendiri ataupun pengemis yang terorganisir.
MUI menganggap, persoalan meminta-minta sumbangan tersebut saat ini sudah disalah fungsikan hingga menjadi profesi baru yang menggiurkan. Mereka meminta bukan lagi karena kebutuhan tetapi sudah menjadi profesi mereka.
“Fatwa ini dikeluarkan melihat kondisi saat ini para peminta-minta sumbangan dengan berbagai cara, mulai yang bawa anak hingga memakai peci dan bawa map proposal keagamaan sudah sangat mengganggu masyarakat,” ujar Samsul saat dikonfirmasi, Rabu (8/12/10).
Samsul menjelaskan, untuk mensosialisasikan fatwa haram tersebut, pihaknya berharap media massa juga turut aktif memberikan informasi kepada masyarakat, bahwa sama saja hukumnya antara memberi uang untuk para peminta-minta dengan pihak yang melakukan kegiatan meminta-minta.
“Dua-duanya sama haram hukumnya. Yang memberi dan yang menerima sama haramnya,” ujarnya.
Pemda DKI
Sebelum MUI DKI mengeluarkan fatwanya, MUI Jatim dan MUI Pusat juga mengeluarkan fatwa sama.
“Tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah. Dalam pengertian, Islam tidak menyenangi orang yang meminta-minta,” kata Ketua MUI Pusat, Umar Shihab, di Jakarta.
Sementara itu, pemerintah Provinsi DKI bahkan telah mengeluarkan larangan mengemis, mengamen, atau mengasong dagangan.
Dalam Peraturan Daerah DKI Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum itu bahkan ditegaskan larangan membeli atau memberi kepada pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. Ancaman hukumannya adalah denda maksimal Rp 2 juta atau kurungan maksimal 60 hari. (hidayatullah/arrahmah.com)