JAKARTA (Arrahmah.com) – 12 organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap berbagai kasus kekerasan yang menimpa tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia di luar negeri dan mendesak pemerintah melindunginya secara penuh .
Ke-12 ormas it, masing-masing NU, Muhammadiyah, Al Irsyad Al Islamiyah, Al Washliyah, Al Ittihadiyah, Perti, Persis, Syarikat Islam Indonesia, PITI, Rabithah Alawiyin, Parmusi, dan Mathlaul Anwar, mengungkapkan keprihatinan mereka usai menggelar pertemuan di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Selasa (7/12/2010).
“Kami menyatakan perasaan keprihatinan yang sangat mendalam terhadap berbagai tragedi yang menimpa TKW Indonesia yang terjadi di beberapa negara tempat mereka bekerja,” kata juru bicara 12 ormas Islam, Suparwan Parikesit, saat membacakan pernyataan keprihatinan tersebut.
Mereka mendesak pemerintah memberikan perlindungan penuh kepada seluruh tenaga kerja Indonesia (TKI), terutama TKW, serta membenahi proses perekrutan TKI, termasuk di dalamnya seleksi dan pengaturan yang ketat terhadap perusahaan penyalur TKI.
Pemerintah juga didesak membuat nota kesepahaman (memorandum of understanding-MoU) dan perjanjian bilateral tentang perlindungan jiwa dan raga TKI dengan setiap negara yang menjadi tujuan pengiriman TKI, serta menghentikan sementara pengiriman TKI ke negara yang belum terikat MoU dan perjanjian tersebut.
Cara pandang baru
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menilai perlu cara pandang baru terhadap TKI, yakni bukan semata-mata sebagai penghasil devisa, namun juga sebagai warga negara yang berupaya mengatasi kesulitan hidup di dalam negeri, berupaya memenuhi hak yang paling mendasar yakni hak mempertahankan hidup dan hak untuk berusaha.
“Jangan hanya dilihat devisanya saja, karena cara berpikir seperti itu nyata betul telah menumbuhsuburkan komersialisasi TKI,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.
Dengan cara pandang baru, lanjut Said, maka TKI layak mendapat penghargaan dan perlindungan maksimal dari negara. TKI harus diposisikan sebagai subyek, bukan obyek.
“Betapa pun hanya di sektor domestik, kita harus mengapresiasi para TKI di luar negeri,” katanya.
Dia tidak setuju dengan ide penghentian pengiriman TKI ke luar negeri karena tidak realistis mengingat pemerintah tidak akan sanggup menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup sebagai pengganti.
Oleh karena itu, pengiriman TKI boleh saja diteruskan, tetapi harus ada langkah konkret untuk melindungi TKI yang sekarang sudah terikat kontrak atau sudah menjalani penempatan.
“Martabat bangsa ini juga dipertaruhkan pada kemampuan kita untuk melindungi martabat TKI di luar negeri,” katanya. (ant/hid/arrahmah.com)