JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan, mengatakan, lolosnya pernikahan pasangan sejenis di Kantor Urusan Agama (KUA) Seibeduk, Batam, Kepulauan Riau merupakan kecerobohan. Menurutnya, kesalahan tersebut tidak dapat ditoleransi karena persyaratan untuk menikah mestinya dilakukan pemeriksaan mulai dari tingkat desa.
“Jika memang terbukti (menikahkan pasangan sejenis), pecat Kepala KUA nya. Ini selain melanggar Syariat Agama Islam juga bertentangan dengan Undang-undang perkawinan,” kata Amidhan seperti dilansir Okezone.
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan, perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga.
“Jika petugas menikahkan pasangan sesama laki-laki atau perempuan, jelas ini merupakan pelanggaran,” tegasnya.
Agar dapat menikah, pasangan calon pengantin harus mendapatkan pengantar dari desa yang menerangkan jenis kelamin maupun statusnya. Hal itu bertujuan untuk menghindari pemalsuan atau manipulasi data yang masuk ke KUA.
“Mestinya petugas mempunyai waktu 10 hari untuk meneliti berkas-berkas persyaratan yang diajukan,” tambah Amidhan
Jika terbukti proses pernikahan sejenis antara Angga Soetjipto (23) dan Ninies Ramiluningtyas (41), menggunakan jalur ekspres tanpa menyertakan dokumen pengantar dari RT/RW setempat, maka kuat dugaan terjadi praktik suap menyuap agar dapat lolos administrasi.
“Kalau tidak menggunakan surat pengantar dari desa, kemungkinan mereka membayar sejumlah uang. Itu artinya suap, sehingga terjadi pelanggaran berganda. Yakni pada suap dan menikahkan pasangan sejenis,” tambahnya.
Menurut Amidhan, pernikahan sejenis merupakan tindakan dosa besar. Untuk itu, dia mengimbau kepada para pelakunya untuk bertaubat dan kembali kepada jalan yang benar. Sementara surat-surat yang telah dikeluarkan KUA pada pernikahan sejenis itu, segera ditarik kembali agar tidak menimbulkan kemudaratan. (bilal/arrahmah.com)