DUBAI (Arrahmah.com) – Daulah Islam Irak pada hari Jumat (3/12/2010) membantah penangkapan 12 anggotanya di Baghdad dalam kaitan dengan pengepungan mematikan terhadap sebuah gereja bulan lalu, kata Kelompok Intelijen SITE.
Sebuah pernyataan yang dipasang oleh Daulah Islam Irak (ISI) di situs jihadis mengatakan, klaim penangkapan oleh aparat Irak itu merupakan kebohongan yang dibuat oleh pemerintah Baghdad, kata organisasi yang berpusat di AS itu.
ISI menuduh pihak berwenang Irak menyebarkan berita itu karena kegagalan badan-badan keamanan mereka. “Dengan ini kami mengumumkan bahwa berita ini tidak benar sama sekali,” kata kelompok Al-Qaeda Irak itu.
“Jika benar bahwa 10 ‘teroris’ atau kurang ‘menurut klaim mereka’ bisa mengguncang bumi dari bawah kaki mereka di Baghdad, bagaimana bila puluhan seperti mereka atau ratusan? Bagaimana bila mereka ribuan?” tambah pernyataan itu.
Pada 27 November, seorang pejabat kementerian dalam negeri Irak mengumumkan penangkapan 12 militan, termasuk pemimpin ISI di Baghdad, Huthaifa al-Batawi, yang dituduh menyandera orang-orang Kristen dalam pengepungan di sebuah gereja. “Polisi telah menangkap 12 anggota kelompok yang bertanggung jawab atas serangan terhadap gereja itu,” kata pejabat itu, tanpa menyebutkan kapan mereka ditangkap.
Ia juga mengatakan, pemimpin senior ISI Ammar al-Najadi tewas dalam penyerbuan di daerah timur dan barat Baghdad. Penangkapan itu merupakan yang pertama dilaporkan oleh pemerintah Irak sejak serangan 31 Oktober terhadap sebuah kathedral Baghdad dan tembak-menembak yang terjadi kemudian ketika pasukan menyerbu tempat itu. Sebanyak 44 jemaat, dua pendeta dan tujuh personel keamanan, tewas dalam insiden tersebut.
Kamis, Menteri Dalam Negeri Jawad Bolani mengatakan, 39 orang yang diduga anggota Al-Qaeda ditangkap di provinsi Anbar, Irak barat, yang berpenduduk mayoritas Sunni. Mayor Jendral Dhia Hussein mengatakan, termasuk mereka yang ditangkap adalah Hazim al-Azzawi, seorang “menteri” ISI, Ahmed Hussein Ali, “Mufti Anbar” ISI, dan Abdul Razzaq, kepala media organisasi tersebut.
Sementara itu Kamis, dua gerilyawan tewas dan dua lain cedera dalam serangan militer Irak di provinsi wilayah utara, Salaheddin, kata juru bicara kementerian pertahanan Mayor Jendral Mohammed al-Askari.
Ratusan orang tewas dalam gelombang kekerasan terakhir di Irak, termasuk sejumlah besar polisi Irak, namun AS tetap melanjutkan penarikan pasukan dari negara itu.
Meski kekerasan tidak seperti pada 2006-2007 ketika konflik sektarian berkobar mengiringi kekerasan anti-AS, sekitar 300 orang tewas setiap bulan tahun ini, dan Juli merupakan tahun paling mematikan sejak Mei 2008.
Militer AS menyelesaikan penarikan pasukan secara besar-besaran pada akhir Agustus, yang diumumkannya sebagai akhir dari misi tempur di Irak, dan setelah penarikan itu jumlah prajurit AS di Irak menjadi sekitar 50.000.
Penarikan brigade tempur terakhir AS dipuji sebagai momen simbolis bagi keberadaan kontroversial AS di Irak, lebih dari tujuh tahun setelah invasi untuk mendongkel Saddam. Namun, pasukan AS terus melakukan operasi gabungan dengan pasukan Irak dan gerilyawan Kurdi Peshmerga di provinsi-provinsi Diyala, Nineveh dan Kirkuk dengan pengaturan keamanan bersama di luar misi reguler militer AS di Irak.
Para pejabat AS dan Irak telah memperingatkan bahaya peningkatan serangan ketika negosiasi mengenai pembentukan pemerintah baru Irak tersendat-sendat, beberapa bulan setelah pemilihan umum parlemen di negara itu. Jumlah warga sipil yang tewas dalam pemboman dan kekerasan lain pada Juli naik menjadi 396 dari 204 pada bulan sebelumnya, menurut data pemerintah Irak.
Sebanyak 284 orang — 204 warga sipil, 50 polisi dan 30 prajurit — tewas pada Juni, kata kementerian-kementerian kesehatan, pertahanan dan dalam negeri di Baghdad kepada AFP. Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.
Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni 2009 telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.
Gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda kini tampaknya menantang prajurit dan polisi Irak ketika AS mengurangi jumlah pasukan menjadi 50.000 prajurit pada 1 September 2010, dari sekitar 170.000 pada puncaknya tiga tahun lalu. (rp/arrahmah.com)