POSO (Arrahmah.com) – Pusat Hak Advokasi dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) menyatakan aparat kepolisian sekali lagi menunjukkan sikap tidak profesional dan tidak bertanggung jawab dalam kasus penanganan terorisme di Kota Poso. Sebanyak 14 warga menjadi korban salah tangkap dan penyiksaan selama jalannya interogasi. Salah satu korban adalah Syamsul, petani cokelat di Desa Kalora, Poso.
Kejadian ini bermula ketika Syamsul ke Mesjid untuk melaksanakan kewajiban shalat Dzuhur. Sesampai di Mesjid, seorang jama’ah sempat mengabarkan peristiwa penembakan Brimob di Desa Kolara.
“Saya belum yakin dengan informasi yang disampaikan. Hingga kemudian kami shalat Dzhur bersama,” kata Syamsul dalam testimoni tertulisnya seperti dilansir Islampos.com, Kamis (3/1/2012)
Selepas shalat, Syamsul pun langsung menuju rumah untuk berganti pakaian, kemudian ke kios coklat tempatnya biasa bekerja. Tak lama, petugas datang dan mencari siapa orang bernama Sam.
“Saya kemudian unjuk tangan sambil mengatakan bahwa saya yang mereka maksud. Segera mereka menyuruh saya naik ke truk. Saya dibawa ke pasar. Setiba di pasar, saya di suruh pindah ke depan (samping supir) saya diminta menunjukan teman-teman saya yang sering ikut ta’lim (pengajian). Karena memang tidak ada, saya segera di bawa ke pos Kalora,” katanya panjang lebar.
Setiba di pos Kolara, Syamsul diperintahkan melepas bajunya. Baju itu kemudian digunakan untuk menutup mata. Dalam keadaan mata tertutup, petugas menyuruhnya berjongkok.
“Selesai introgasi saya disuruh untuk naik ke truk. Saat akan menaiki trus saya merasakan benda keras membentur bagian belakang saya. Saya terjatuh, saat akan berdiri saya kembali merasa ada benda yang mendarat tepat di mata saya,” ceritanya.
Dalam perjalanan ke Mapolres Poso, mata Syamsul masih dalam keadaan tertutup. Saat itu lagi-lagi ia merasakan ada benda tumpul yang dibenturkan di belakang leher. Setiba di polres sekali lagi ia mendapat pukulan di wajah.
“Dalam pemeriksaan di polres Poso mata saya ditutup selama dua hari. Dalam keadaan mata tertutup beberapa kali petugas yang datang ke saya meninju-ninju dengan pelan bekas pukulan yang sudah membekas di wajah,” tandasnya.
Setelah masa penahan 7 X 24 jam Syamsul kemudian di bebaskan karena tidak cukup bukti terkait keterlibatan penembakan brimob seperti yang disangkakan. (bilal/arrahmah.com)