Rakyat Suriah, laki-laki, perempuan dan anak-anak antri berjam-jam setiap harinya-kadang di bawah guyuran hujan lebat di musim dingin-di depan toko roti untuk mendapatkan roti di wilayah yang terkepung.
Dalam beberapa kasus, sebuah keluarga hanya berhak mendapat satu kantong roti, karena permintaan sangat tinggi.
Ini adalah kisah kekurangan roti di Suriah. Kelangkaan bahan bakar dan tepung yang menjadi bahan dasar pembuatan roti dan pemboman acak membuat pabrik roti hampir tidak mungkin untuk memasok roti.
Al Arabiya mengunjungi salah satu wilaah di mana lebih dari 30 desa dipasok oleh satu toko roti.
Hassan Haj Hassan, anggota Tentara Pembebasan Suriah (FSA), mengatakan kepada Al Arabiya, “Ada keluarga yang menderita, mereka datang kepada saya dan mengatakan bagaimana saya memberi makan anak-anak kami? Kami menggiling tepung, menguleni adonan untuk memberi makan mereka. Jika mereka tidak dapat menemukan roti, mereka akan makan gandum saja aau nasi atau biskuit.”
Di antara kerumunan mereka yang lapar, seorang ibu dari anak bernama muhammad, seorang janda dan seorang pengungsi yang berduka, bersumpah bahwa revolusi tidak akan melelahkannya.
“Kami tidak akan lelah dan kami tidak akan pernah. Dengan rahmat Allah, kami akan terus berjuang sampai tetes darah terakhir. Saya siap sampai saya tidak memiliki satu anak pun, kami telah merasakan penindasan,” ujarnya.
“Anak saya sedang tidur, mereka membawanya dan menyiksanya, ini sudah empat bulan berlalu dan saya tidak tahu kemana mereka membawanya,” tambah Ummu Muhammad.
“Kami ingin dunia sadar dan melihat anak-anak yang terkubur di bawah reruntuhan. Mereka bahkan tidak dikuburkan di pemakaman,” lanjutnya.
Ummu Muhammad menangis untuk bantuan roti yang diberikan oleh Al Arabiya, ia membawanya ke sebuah ruangan di mana ia dan anak-anak yatimnya tinggal.
“Anak-anak saya satu setengah bulan yang lalu terus menggigil. Saya tidak memiliki apa-apa untuk menghangatkan mereka. Orang baik datang dan memberikan selimut untuk kami,” ungkapnya.
Ummu Muhammad terus berusaha menyembunyikan air matanya. Jalan di depannya masih panjang. Dalam sepuluh tahun terakhir, ia menghabiskan waktunya untuk berjuang. Khaled, salah satu anaknya yang masih hidup, juga mencoba untuk menyembunyikan air matanya.
Saat ditanya apa yang dia inginkan saat tumbuh dewasa, ia mengatakan : “Saya ingin bergabung dengan FSA dan membalas dendam kepada orang-orang yang membunuh saudara-saudara saya. Saya ingin melakukan pembalasan,” ujarnya tegas.
Ketika ditanya apakah ia masih sering makan, ia menjawab : “Kadang-kadang ada makanan dan di hari lain tidak ada.”
Sepenggal kisah mengenai roti di Suriah, menceritakan penderitaan, kehidupan janda dan bangsa yang memilih kebebasan. (haninmazaya/arrahmah.com)