SOLO (Arrahmah.com) – Program penangulangan teror yang dilakukan oleh BNPT dan pemerintah dinilai telah dikuasai oleh cara-cara berfikir yang sistematis untuk melakukan stigmatisasi negatif terhadap umat Islam. Sehingga, masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim dirasa perlu untuk melakukan pengamatan dalam program deradikalisasi tersebut.
Sementara itu, pemerintah abai dengan realitas sosial yang dipenuhi dengan ketidakadilan, pemerintahan yang korup, serta berbagai kemungkaran dan kerusakan sosial lainnya yang melekat pada masyarakat Indonesia. Dan yang lebih ironi lagi, penanganan terorisme sarat dengan kepentingan politik.
tero”Yang menjadi permasalahan sekarang ini, ranah penanganan terorisme sekarang ini sarat dengan kepentingan politik. Jadi tindak pidana terorisme harus dilepaskan dari kepentingan dan tindak politik”, kata Budhi Kuswanto, SH. anggota TPM Jawa Tengah dalam Seminar Hukum Islam bertajuk “Terror Is (NOT) Me: Terorisme Dipandang dari Hukum Islam” di Aula Gedung 3 Fakultas Hukum Universitas Negri Surakarta (FH UNS), Sabtu (1/12) seperti rilis yang disampaikan Ishlahnews kepada arrahmah.com.
Budhi menjelaskan kepada para peserta bahwa dalam realita yang ada disaat proses penyelidikan dan persidangan kasus terorisme muncul dua hal yang berbeda.
“Yang terjadi, proses penanganan yang dilakukan oleh Densus atau BNPT memakai cara-cara UU Terorisme, tapi pada saat dipersidangan faktanya yang diajukan adalah UU Penggunaan Senjata Api dan Bahan Peledak”, ungkapnya.
Lebih lanjut, diapun memberi contoh dengan kasus ledakan tabung gas di sebuah sawah di Boyolali yang dilakukan oleh bocah SMP beberapa bulan silam. Dimana, Densus 88 menerapkan UU Terorisme pada saat penyelidikan, yang kemudian disebarkan oleh media-media sedemikian rupa.
“Tapi nyatanya, UU yang dikenakan pada bocah tersebut saat persidangan adalah UU Penggunaan Senjata Api dan Bahan Peledak. Nah ini kan bentuk teror tersendiri kepada keluarga dalam ranah sosial”, ucap Budhi kepada para peserta yang kebanyakan adalah mahasiswa dan dosen UNS
Sementara itu, Pakar Hukum Islam FH UNS Burhanudin Harahap menilai bahwa persoalan terorisme di Indonesia tidak akan selesai selama pemerintahan masih diwarnai kemungkaran.
“Masalah terorisme tidak bisa diselesaikan melalui program-program BIN dan BNPT, selama pemerintah tidak menjalankan sistem pemerintahan yang adil”, ujarnya.
Menurut Burhanudin, pemerintah sangat dipengaruhi oleh logika-logika berfikir orang Barat, oleh karenanya pemerintah selalu curiga terhadap setiap upaya untuk memperjuangkan Islam untuk ditegakkan di dalam kehidupan. “Hukum Indonesia banyak mendapat tekanan dari Barat”, ungkapnya.
Burhanudin menyimpulkan bahwa sebab utama persoalan terorisme adalah keadaan umat Islam yang terus bertubi-tubi mengalami pelecehan, penghinaan dan realitas kehidupan masyarakat yang bertengtangan dengan ajaran Islam, sementara di satu sisi, negara dianggap membiarkan keadaan dan tidak mengambil tindakan terhadap kemaksiyatan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Maka sebagaian orang mengambil reaksi dengan melakukan tindakan yang dianggap sebagai terror.
“Persoalan ini tidak akan berakhir tanpa adanya upaya negara untuk menghilangkan sebab-sebab yang ada di dalam realitas bernegara,”Simpulnya. (bilal/arrahmah.com)