SOLO (Arrahmah.com) – Banyak kasus-kasus yang terkait dengan aksi terorisme mulai dari tahun 2000 sampai sekarang ini selalu dikait-kaitkan dengan kegiatan ke-Islaman. Bahkan tak jarang para pemimpin dan pejabat yang berada dibidang penindakan kasus terorisme tersebut langsung menunjukkan jari telunjuknya kepada kelompok dan aktivis islam tatkala ada sebuah aksi terorisme.
Menurut Burhanuddin Harahap, SH. MH. M.Si Ph.D selaku Ahli Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Negeri Solo (FH UNS), apa yang dilakukan selama ini oleh para penguasa yang langsung mengarahkan telunjuknya kepada kelompok dan aktivis islam ketika terjadi sebuah kasus terorisme dalam pandangan dan sudut pandang para penguasa tersebut merupakan cara dan pola pikir seorang penguasa yang mempunyai sebuah kepentingan.
“Mengalamatkan terorisme kepada Islam adalah sebuah bukti cara berfikir penguasa yang dipenuhi dengan kepentingan”, ujarnya saat memberikan materi dalam acara Seminar Hukum Islam bertajuk “Teror Is (NOT) Me” yang bertempat di Aula Gedung 3 FH UNS Solo, beberapa waktu lalu, Sabtu (1/12) seperti rilis yang disampaikan ishlahnews kepada arrahmah.com.
Dalam makalah yang disampaikannya dengan judul “Terorisme Dalam Perspektif Hukum Islam” tersebut, Burhanuddin menjelaskan bahwa kepentingan tersebut muncul karena para penguasa sudah terkontaminasi cara berpikir orang-orang Barat yang punya anggapan bahwa urusan mengurus negara harus dilepaskan dengan urusan agama.
“Ini terjadi karena para penguasa itu sudah dipengaruhi cara berfikir orang Barat yang menganggap bahwa urusan pengelolaan negara harus dipisahkan dan bukanlah termasuk urusan agama”, katanya.
Pria kelahiran Boyolali 52 tahun silam ini menambahkan bahwa penguasa sekarang ini yang memimpin negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim beranggapan bahwa agama sudah tidak layak lagi untuk mengatur sebuah negara. Padahal, islam sejatinya telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
“Hal ini karena agama dianggap sudah tidak layak lagi mengurus negara. Sementara itu, Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, penguasa selalu curiga terhadap orang-orang yang memperjuangkan Islam untuk ditegakkan di dalam kehidupan”, cetusnya.
Lanjutnya, apa yang selama ini menjadi istilah-istilah yang terkesan membuat islam keras, sangar dan kejam adalah buatan orang-orang yang tidak suka dan tidak memahami islam dengan benar. Lebih dari itu, stigma-stigma negatif seperti kata islam fundamental, islam radikal dan terorisme islam selalu diulang-ulang oleh penguasa untuk mendiskreditkan islam.
“Salah satu cara penggiringan opini negatif kepada islam adalah dengan stigmatisasi islam fundamental, islam radikal dan terorisme islam”, tandasnya.
Terakhir beliau mengingatkan bahwa selama umat islam secara bertubi-tubi dilecehkan, dihina, diperlakukan tidak adil dan realitas kehidupan juga sangat bertentangan sekali dengan ajaran islam, maka selama itu pula umat islam tidak akan tinggal diam
“Ketika umat Islam secara bertubi-tubi mengalami pelecehan, hinaan dan melihat realita kehidupan yang bertentangan dengan ajaran islam, sementara Negara dirasakan membiarkan dan tidak menindak tegas terhadap berbagai macam kemaksiatan yang bertentangan dengan ajaran islam, maka sebagian reaksi untuk melakukan teror akan tetap ada. Jadi, terorisme itu akan selalu ada selama pemerintah tidak adil kepada umat islam”, tegasnya. (bilal/arrahmah.com)