JAKARTA (Arrahmah.com) – Kesamaan antara Indonesia dan Pakistan sebagai negara demokrasi di Asia dan memiliki konstituen Islam terbesar, mendorong adanya dialog antar agama. Karena itu, diperlukan ada peningkatan hubungan bilateral antara kedua negara.
Hal itu disampaikan Staf Khusus Presiden bidang Luar Negeri, Teuku Faizasyah usai mendampingi Presiden Yudhoyono menerima Menlu Pakistan Makhdoom Shah Mehmood Qureshi, di Kantor Presiden, Jumat (19/11/2010).
“Dalam konteks ini ada semacam kerjasama yang bisa dikembangkan dalam hal interfaith dialogue dan dialog interaktif”, katanya.
Menurut dia, pertemuan antara Presiden dan Menlu Pakistan membahas tiga topik utama diantaranya, bagaimana meningkatkan kerjasama dalam kerangka pembangunan arsitektur kawasan yang baru.
“Presiden menjelaskan kembali bagaimana proses yang berkembang di kawasan kita membangun suatu arsitektur kawasan yang baru, dan Menlu Pakistan menanggapi bagaimana sisi pemerintah Pakistan sendiri dan kontribusi yang dilakukan”, terangnya.
Ditambahkan Teuku, bahwa Pakistan membuka diri jika Indonesia ingin lebih memanfaatkan posisi strategis Pakistan untuk kawasan Asia Tengah, Asia Selatan dan juga wilayah barat Tiongkok.
Anti Terorisme
Selain itu, kedua Negara akan melakukan kerjasama dalam pemberantasan aksi terorisme. Dalam kunjungan kenegaraan kali ini, Pakistan menjajaki kerjasama antiterorisme dengan Indonesia. Pemerintah Pakistan tertarik untuk berbagi ilmu dan metode pemberantasan terorisme dengan Indonesia.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Muliana Natalegawa mengatakan, persoalan penanganan tindak terorisme menjadi pokok bahasan serius. Sebagai tindak lanjut bahasan itu, akan digelar pertemuan bilateral yang khusus membicarakan soal penanganan terorisme.
“Semacam working group soal terorisme akan dibentuk di Bulan Desember,” ujar Marty di kantor Kemenlu, Jakarta, Jumat (19/11) kemarin.
Dalam pertemuan khusus kedua negara berpeluang membicarakan kerjasama intelijen penanganan terorisme dua negara. Bertempat di Jakarta, rencananya pertemuan khusus akan diikuti oleh semua pihak yahng dinilai terkait dengan masalah tersebut. Pembicaraan kerjasama penanganan terorisme sudah dimulai sejak tahun 2003.
“Namun untuk berbicara serius antara dua negara baru akan dilaksanakan,” kata Marty. (hid/arrahmah.com)