PARIS (Arrahmah.com) – Warga Muslim Perancis menghadapi diskriminasi pekerjaan dibandingkan dengan rekan-rekan Kristen mereka yang menerima dua setengah kali kesempatan lebih banyak dengan kualifikasiyang sama, ujar kesimpulan sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh profesor Stanford, David Laitin.
Diterbitkan oleh Akademi Sains Nasional, studi ini menyimpulkan bahwa warga Kristen keturunan Afrika lebih banyak memiliki kesempatan untuk dipanggil wawancara kerja daripada warga Muslim dengan etnis yang sama.
Penelitian ini disebut-sebut menjadi yang pertama yang mengidentifikasikan agama-bukan ras atau geografi- sebagai sumber diskriminasi di Perancis. Laitin mengungkapkan bahwa studi iini akan membantu meningkatkan kebijakan di Perancis di mana data tentang latar belakang agama masyarakat dan etnis tidak dikumpulkan oleh pemerintah.
“Tanpa informasi tersebut, tidak mungkin untuk memahami dan memperbaiki situasi di mana warga sedang mendapatkan diskriminasi,” ujar Laitin.
Penelitian ini menganalisis data dari survei terhadap lebih dari 500 orang Kristen dan Muslim Senegal yang tinggal di Perancic. Mereka menemukan generasi kedua dari rumah tangga Muslim berpenghasilan lebih rendah 500 USD dari keluarga Kristen yang sama.
Profesor bersama akademisi merancang tes dengan tiga calon fiksi warga negara Perancis yang melamar posisi yang sama dengan pendidikan menengah ke atas dan pengalaman beberapa tahun.
Perancis adalah negara pertama di Eropa yang melarang penggunaan cadar di depan umum, mengharuskan para Muslimah yang menggunakannya harus membayar denda. Para pejabat Perancis mengklaim bahwa kebijakan tersebut bukan anti-Islam, namun hanya langkah untuk mengintegrasikan para imigran dan minoritas ke dalam budaya mereka.
Sementara itu, pemimpin sayap kanan Perancis, Marine Le Pen menyeru larangan penggunaan kerudung di toko-toko, angkutan umum dan di jalan-jalan.
Menurut Laitin Perancis yakin bahwa institusi republik mereka buta terhadap etnis dan agama dan bahwa lembaga ini “menangkal” diskriminasi.
“Kami sekarang dapat memberitahu mereka hasil kerja kami menunjukkan bahwa masyarakat tidak buta terhadap agama dan bahwa penolakan mereka untuk mengumpulkan data akan mengizinkan diskriminasi terus berlanjut. Bersembunyi di balik tabir republikanisme bukanlah solusi untuk masalah diskriminasi di Perancis,” ujar Laitin seperti dikutip oleh Stanford News. (haninmazaya/arrahmah.com)