NGANJUK (Arrahmah.com) – Penggerebekan Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Akhfiya’ di Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, Selasa(13/11/2012) mengagetkan banyak pihak. Pemberitaan yang menyatakan bahwa Ponpes ini meresahkan warga masyarakat karena mengajarkan terorisme ternyata berbeda dari sumber yang didapatkan seperti dilansir Islampos.com. Sumber ini langsung didapatkan dari para warga yang tinggal di sekitar Ponpes.
Kronologi Sebetulnya Menurut Warga
Menurut penuturan seorang warga, penggerebekan Ponpes Darul Akhfiya’ ini bermula dari kedatangan sejumlah aparat desa pada tanggal 9 November 2012 di pesantren tersebut, Kedatangan mereka untuk menanyakan beberapa hal terkait masalah perizinan dan yayasan serta keberadaan pondok yang dianggap meresahkan masyarakat. Tidak hanya itu, pihak aparat desa pun memberikan undangan kepada pihak pondok untuk menghadiri rapat desa, Senin, 12/11/2012 Jam 10:00 di Kelurahan Kepuh.
Menanggapi hal itu, Ustadz Nasiruddin Ahmad merasa heran karena tuduhan tersebut sama sekali tidak ia rasakan. Ustadz Nasiruddin pun balik bertanya atas tudingan tersebut.
“Maaf pak masyarakat mana yang bapak anggap resah, sedangkan kami di sini seringkali diundang untuk mengisi khutbah Jum’at. Kami juga sering diundang untuk melakukan kerja bakti pembangunan masjid-masjid, dan masyarakat juga senang dengan keberadaan pondok karena kami juga sering membantu warga masyarakat dalam proses panen hasil pertanian. Coba bapak tunjukkan mana yang meresahkan, kalau meresahkan pastinya warga tidak mengundang kami bahkan seringkali makan kami juga dijamin oleh warga sekitar,” jelasnya panjang lebar.
Mendengar jawaban itu, aparat desa tidak banyak menggubris keberatan Ustadz Nasir. Mereka tetap bersikukuh untuk segera menghentikan aktifitas pondok dan mengosongkan lokasi pondok.
Senin, 12 November 2012, rapat di balai desa pun digelar. Tanpa mengindahkan keberatan pihak pondok, rapat memutuskan para asatidz dan santri harus segera meninggalkan lokasi pondok pada hari itu juga paling lambat jam 16:00 WIB.
Namun karena pihak aparat desa tidak dapat menunjukkan alasan yang tepat, maka para asatidz dan santri tidak mengindahkan pernyataan aparat desa tersebut. Hingga pada pukul 17:30 WIB, terjadi pengarahan massa ke Pondok Pesantren Darul Akhfiya’. Puluhan orang dari masyarakat menyambangi lokasi pondok untuk menekan keberadaan pondok pesantren tersebut.
Sumber dari warga yang Islampos.com dapatkan, ada beberapa keganjilan terkait proses penggerebekan tersebut. Bapak Santoso dan warga sekitar menuturkan bahwa mereka mendengar salah satu massa sempat mengatakan, “Lapan mulih iki jarene di pakani rawon iki rokokku yo entek” (Kapan pulangnya nih, katanya dikasih makan rawon. Ini rokokku juga habis)
Warga mengatakan ada indikasi para penggerebek adalah orang-orang bayaran yang dipersiapkan pihak-pihak yang berkepentingan. Warga sekitar juga mengatakan sebagian massa tersebut adalah “anggota” berpakaian preman. Mereka mensinyalir ada rekayasa di balik citra pondok sebagai saran teroris.
Warga Banyak Dibantu Para Santri
Pernyataan Ustadz Nasiruddin bahwa selama ini masyarakat tidak terganggu dan justru terbantu oleh keberadaan pondok memang bisa dibuktikan. Salah satunya adalah penuturan Bapak Gani yang menceritakan komentar dari Bapak Amin bahwa sebagai jamaah masjid Al Fattah mereka sangat terbantu dengan kebaikan para santri Pondok Pesantren Darul Akhfiya’.
“Kami sangat senang karena santri sering mengadakan kerja bakti di masjid ini, dan juga membantu mengikis paham-paham Islam Abangan di desa ini,” ujar pak Ghani.
Ternyata kebaikan para santri membantu masjid sekitar tidak hanya terjadi di Masjid Al Fattah, Masjid Al Raudloh dan Masjid Al Ikhlas adalah dua masjid yang juga dibantu santri.
Bapak Ghani mensinyalir para massa yang tidak dikenal tersebut adalah massa bayaran dari aparat desa Kepuh Selatan (letaknya 500M dari pondok Pesantren). “Yang tidak setuju itu dari sana mas dari desa kepuh selatan, letaknya 500M dari pondok,” katanya.
Sebab itu, ketika terjadi aksi penggerebekan tersebut, para santri sempat panik dan memutuskan mencari pengacara dadakan. Namun setelah berjalannya waktu, ikhwan-ikhwan dan para asatidz meragukan profesionalisme pengacara tersebut, karena ketika terjadi pemindahan santri beserta asatidz ke Polres Kertosono pihak kepolisian tidak menghubungi pengacara dan tidak didampingi pengacara. Pihak Kepolisian menyatakan pemindahan tersebut dilakukan untuk tindakan pengamanan dari kepolisian dikhawatirkan ada hal-hal yang tidak diinginkan dari massa yang emosi, ujar waka polres.(bilal/arrahmah.com)