JAKARTA (Arrahmah.com) – Barack Obama yang kini terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat, tidak akan mengubah kebijakan AS terhadap dunia Islam. Obama tetap akan memerangi Islam, termasuk Islam di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Farid Wajdi seperti dilansir itoday, Kamis (08/11) menanggapi kemenangan Barack Obama dalam Pilpres AS 2012.
“Tidak ada perubahan yang berarti, Obama tidak jauh berbeda dengan Bush, janji akan membebaskan tahanan di Guantanamo tetapi tidak juga. Obama berjanji akan melakukan hubungan baik dengan umat Islam, tetapi masih mengirimkan pesawat tanpa awak di perbatasan Pakistan-Afghanistan dengan membunuh umat Islam,” tegas Farid Wajdi.
Menurut Farid Wajdi, Obama akan tetap melanjutkan kebijakan kapitalisme-imperalisme AS ke negara-negara lain, termasuk ke Indonesia. “Pada dasarnya tidak ada perbedaan mendasar kebijakan luar negeri AS, apakah yang berkuasa Republik dan Demokrat. Mereka akan tetap menjalankan kebijakan kapitalisme dan imperalisme di dunia Islam termasuk pada Indonesia,” ungkap Farid.
Farid menegaskan, AS di bawah Obama juga akan terus menyebarkan ideologi HAM, dan ideologi berdasarkan kepentingan AS sendiri. “Dalam bidang militer Obama juga akan tetap mengirimkan pasukannya ke Afghanistan, Yaman dan Irak. Di bawah Obama, tidak ada perubahan,” tegas Farid.
Selain itu, kata Farid, isu terorisme akan terus diusung Obama sebagai langkah AS untuk melakukan intervensi ke negara lain termasuk ke Indonesia. “Isu terorisme merupakan cara baru AS untuk melakukan intervensi ke negara lain, dan itu masih berjalan walaupun Osama bin Laden telah dibunuh. Perang terhadap teror masih dibutuhkan AS untuk intervensi negara lain,” ungkap Farid.
Lebih jauh Farid menegaskan, perang terhadap terorisme yang dijalankan AS dan sekutunya, sangat berkaitan dengan proyek deradikalisasi, termasuk yang dijalankan di Indonesia. “Itu semua sangat erat kaitanya dengan proyek deradikalisasi dengan perang terhadap teror yang dijalankan AS. Itu dijalankan karena pihak AS sangat khawatir adanya tuntutan penegakan syariah dan khalifah. Maka AS berniat untuk menghentikan syariah dan khalifah dengan deradikalisasi. Kalau menggunakan senjata untuk konteks Indonesia tentu sulit bagi AS. Akhirnya, dilakukan dengan proyek deradikalisasi dengan mengaitkan penegakan syariah dan khalifah dengan gerakan radikal,” pungkasnya. (bilal/arrahmah.com)