JAKARTA (Arrahmah.com) – Pernyataan Raja Bali, Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS III terkait himbauan kepada umat muslim untuk tidak menyembelih sapi saat Idul Adha. Menurutnya Wasekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ustadz Fahmi Salim menunjukkan Raja Bali belum memahami substansi toleransi, keanekaragaman dan kebebasan beribadah.
“Raja Bali sebaiknya diajari makna toleransi dan multikulturalisme, belajar memaknai dan merayakan kebhinnekaan dan hak umat beragama menjalankan ibadah sesuai syariat masing-masing,” ujarnya kepada arrahmah.com, Jakarta, Kamis (25/10).
Dia mewanti-wanti, agar Arya menyadari bahwa Bali masih berada diwilayah kedaulatan Indonesia yang tidak bisa melakukan tindakan semaunya.
“Ingat Bali itu bagian NKRI tidak boleh eksklusif jadi provinsi Hindu harusnya menghargai kebhinnekaan agama dan budaya di Indonesia dan masyarakat di daerahnya yg beragam,” tegas ustadz Fahmi.
Sebab di daerah yang mayoritas penduduknya muslim pun, tidak pernah ada pemaksaan umat non Muslim untuk mengikuti ritual-ritual dan kewajiban Islam.
“Kita tidak pernah memaksa orang non muslim untuk tidak mengkonsumsi atau memasak daging Babi yang haram dalam Islam atau melarang mereka keluar rumah pada saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha atau memaksa wanita non muslim harus berpakaian tutup aurat sesuai syariat Islam,” tutur Ustadz Fahmi.
Setelah kebijakan Hari Raya Nyepi umat muslim dihimbau tidak beraktifitas jamaah, maka sebaiknya jangan pula mengatur atau intervensi syariat internal agama orang lain harus sesuai keinginannya.
“Tanpa dihimbau pun umat islam Bali cukup peka dan toleran sehingga mereka berkurban dengan ternak selain sapi,” pungkasnya. (bilal/arrahmah.com)