JAKARTA (Arrahmah.com) – Enam tahun menjalankan roda pemerintahan, SBY dinilai gagal mengemban amanah karena kepemimpinannya berjiwa ‘kambing,’ tidak tegas dan menguntungkan asing.
Kritik itu disampaikan oleh Jendral (purn) Tyasno Sudarto dan Laksamana Slamet Soebijanto dalam diskusi bertema “Quo Vadis Pemerintahan Neolib dan Masa Depan Umat: Refleksi Enam Tahun Pemerintahan SBY” yang diadakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Wisma Antara Jakarta, Selasa (19/10/2010).
Tampil dengan persiapan yang matang dengan 24 presentasi slide, Laksamana Slamet Soebijanto menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara sentral yang bisa mengendalikan kawasan barat dan timur. “Kalau kita kuat, maka kita akan ditakuti oleh negara-negara lain karena kepentingan mereka akan terhalang,” jelas Kepala Staf TNI Angkatan Laut ke-19 itu.
Mengenai berbagai konflik Indonesia-Malaysia, kasus RMS dan lain sebagainya, Slamet mengurai bahwa itu terjadi akibat pelemahan terhadap negeri ini dalam segala bidang, oleh kekuatan-kekuatan asing yang secara tidak langsung turut meracuni cara berpikir bangsa Indonesia. Pertahanan dalam negeri pun semakin lemah karena pemimpinnya kurang tegas.
“Negara kita yang sedemikian luasnya, perlu angkatan bersenjata yang kuat. “Kalau kita tegas, berani, maka akan disegani negara lain. Jika pemimpinnya macan, maka negaranya jadi macan,” tegasnya.
Kritik serupa namun lebih tajam terhadap pemerintahan SBY disampaikan Jenderal (purn) Tyasno Sudarto. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat periode 1999-2000 ini sangat mengkhawatirkan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara yang sangat kritis saat ini.
Ketiga kewajiban negara, menurut Tyasno, yaitu melindungi rakyat, melindungi tanah air dan melindungi kepribadian bangsa, semuanya gagal diemban oleh pemerintah SBY.
“Pemerintah sangat jauh dari tugas melindungi rakyatnya. TKI dan TKW kita mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, tapi pemerintah kita tidak bisa berbuat apapun,” jelas mantan Pangdam Diponegoro itu.
“Rakyat itu hendaknya mendapatkan keadilan, tapi hukum dan pemerintah kita tidak bisa menghadirkan keadilan bagi rakyatnya. Seharusnya negara ini bisa menuju kepada kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia. Tetapi yang ada sekarang, kesejahteraan hanya dinikmati oleh orang-orang berduit, tapi sangat jauh dari kesejahteraan rakyat. Artinya, pemerintah saat ini tidak bisa melindungi rakyatnya,” tambahnya.
Selain itu, pemerintahan SBY juga tidak bisa melindungi tanah airnya. Sumber daya alam yang sungguh sangat luar biasa ini adalah rahmat dari Allah yang diamanahkan kepada bangsa Indonesia. Maka pemerintah seharusnya mengelola memelihara dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan umat dan rakyatnya.
“Ini adalah amanah dari Allah. Kenyataannya, malah dikelola dengan sembarangan, dijual kepada asing untuk kepentingan diri sendiri. Sumber daya alam diporak-porandakan dan dirampok oleh kekuasaan asing karena ulah komparador-komparador dari pemerintah sendiri, melalui undang-undang yang dibuatnya sendiri dengan menguntungkan pihak-pihak asing dan globalisasi,” kritik dia.
“Oleh karena itu, maka pemerintah ini telah makar terhadap Pancasila dan makar terhadap ajaran Islam dalam mengelola sumber daya alam. Berarti pemerintah tidak bisa melindungi tanah airnya,” imbuhnya.
Tyasno melanjutkan, keterpurukan bangsa ini makin parah karena pemerintah tidak berpihak kepada rakyat.
“Rezim pemerintahan sekarang ini tidak jujur, membohongi rakyatnya. Bukan membela kebenaran, tapi membela kekuasaan dan keadilan itu tidak berlaku kepada rakyat. Keadilan hanya untuk pemodal, kapitalis dan imperialis,” kecamnya.
Dengan berbagai kelalaian dalam menjalankan tugasnya, Tyasno menilai pemerintah SBY telah gagal mengemban amanah sebagai pemimpin.
“Karena itu, menurut saya pemerintah sekarang ini sudah gagal di dalam menjalankan amanahnya,” simpulnya.
Terhadap kegagalan pemerintahan SBY itu, Tyasno menyindir SBY sebagai pemimpin SBY tidak berjiwa macan yang tegas dan berani, tapi berjiwa kambing.
“Ada rumus, kedaulatan, harga diri dan kewibawaan sebuah bangsa dan negara itu sebetulnya tergantung kepada pemimpinnya. Kalau pemimpinnya itu berjiwa kambing, itu akan dilecehkan oleh (negara) tetangga kita. Tapi kalau pemimpinnya itu berjiwa macan, maka (negara) tetangga kita aka salut dan respect kepada kita,” sindirnya.
Sebagai solusi kekisruhan pemerintahan yang sangat kritis ini, Tyasno menantang pemerintah untuk memilih satu di antara dua opsi, yaitu memperbaiki sistem atau ganti rezim.
“Apakah pemerintah yang seperti ini mau dilanjutkan? Kalau memang bisa diperbaiki, ya harus diperbaiki. Tapi kalau tidak bisa diperbaiki, ya harus diganti,” tantangnya.
Solusi pamungkas, menurut Tyasno adalah mengganti sistem negara yang sudah amburadul.
“Begitu juga dengan sistem kita yang sudah amburadul dan membawa paham neoliberalisme, kapitalisme dan imperialisme. Kita harus kembali kepada sistem yang benar, yaitu sistem yang fitrah, yang sesuai dengan amanah dari Allah SWT,” pungkasnya. (haninmazaya/voa-islam/arrahmah.com)