SOLO (Arrahmah.com) – Kebrutalan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri saat menangkap terduga teroris kelihatan tak juga pernah diubah. Meskipun sudah banyak sekali para tokoh masyarakat bahkan anggota DPR RI yang menyatakan protes terhadap Korp Burung Hantu tersebut. SOP yang diperlihatkan Densus 88 saat menangkap semua aktivis islam yang dituduh teroris tampaknya tidak ada tanda-tanda perbaikan sama sekali.
Kali ini, yang mengalami nasib naas akibat perilaku represif Densus 88 adalah Dul Rahman. Pasca penangkapan terduga teroris di belakang rel perbelanjaan Solo Square sabtu ba’da subuh (22/9/2012), polisi juga menangkap Dul Rahman, seorang mahasiswa yang merupakan wartawan Kording (Koran Dinding) Risalah Tauhid sayap media Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) yang saat itu berada di dekat lokasi kejadian untuk mengambil sejumlah gambar dengan kamera yang di bawanya guna bahan materi Kording.
Dul Rahman saat diwawancarai Kru FAI menuturkan bahwa saat tengah mengambil gambar, tiba-tiba dirinya ditanya oleh seorang polisi yang kemudian mendekapnya dan memaksanya untuk masuk kedalam mobil polisi.
Sontak saja Dul Rahman berontak dan berteriak minta tolong. Tapi malang nasib Dul Rahman, bukannya di lepas, Dul Rahman justru mendapat bogem mentah di tengkuknya, di gencet sikutnya dan di bagian mukanya memar-memar.
Tak cukup sampai disitu, dia juga diancam akan di bunuh jika tidak mau diam. Akibat kekerasan polisi tersebut (Densus 88), Dul Rahman mengalami sakit di tengkuk dan tumit. Selain itu, celana Dul Rahman juga sobek sepanjang 70 cm dan sandal yang di kenakannya ikut rusak akibat perlakuan brutal dari polisi dan Densus 88 di lokasi penangkapan Badri Hartono (40 tahun) tersebut .
Dul Rahman yang masih aktif sebagai mahasiswa di Ma’had Abu Bakar Ash-Shidiq Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini menuturkan, bahwa dirinya setelah itu digelandang ke Mapolresta Surakarta, kemudian di interogasi oleh 3 orang polisi secara bergantian.
Sebelum di interogasi, Dul Rahman di tampar berkali-kali oleh seorang polisi yang memang bertugas mengintograsi Dul Rahman. Akibat perlakuan kasar, brutal dan tak berprikemanusian tersebut, Dul Rahman mengalami pendarahan cukup parah di mulutnya.
Kedustaaan Polisi Polresta Solo
Fahrudin yang mewakili Kapolresta Surakarta telah ngatakan suatu kebohongan. Pasalnya, saat di jumpai sejumlah tokoh dan elemen umat islam Solo Raya seperti Endro Sudarsono Humas LUIS, Ustadz Yusuf Suparno, Ustadz Edi Lukito, Ustadz Salman Al-Farizi dari LUIS dan Ustadz Sholeh Ibrohim dariJAT Solo pukul 15.30 wib terkait penangkapan Densus 88 yang brutal dan tak berprikemanusian, pihaknya menuturkan menahu tentang aksi Densus 88 sabtu 22/9/2012 dan keberadaan orang-orang yang ditangkap.
Sedangkan Dul Rahman saat memberikan kesaksian dihadapan para wartawan, dirinya menyatakan bahwa di interogasi polisi sejak pukul 10.30 wib hingga menjelang magrib, setelah itu dirinya baru di pulangkan ke lokasi kejadian penangkapan Badri Hartono didaerah kampung Griyan Laweyan Solo.
Meskipun di pulangkan, tidak ada ganti rugi sama sekali dari polisi maupun Densus 88 akibat kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan Densus 88 dan polisi terhadap Dul Rahman. Selain itu, Dul Rahman juga tidak dilarikan kerumah sakit terlebih dahulu oleh polisi karena pendarahan di mulut yang dia dapatkan akibat tamparan dan aksi premanisme polisi saat menginterograsi dirinya.
Dul Rahman yang akhirnya dilepaskan, kemudian di pulangkan kelokasi tempat semula dia ditangkap lantaran sepeda motor Dul Rahman masih berada di lokasi. Dul Rahman dipulangkan dengan celana compang-camping akibat sobekan yang dialaminya sewaktu dipaksa masuk kemobil saat di gelandang Densus 88. (bilal/FAI/arrahmah.com)