KABUL (Arrahmah.com) – Mantan tahanan militer AS di Afghanistan mengatakan bahwa mereka dilecehkan di penjara rahasia di pangkalan udara Bagram baru-baru ini. Laporan ini membuat sejumlah kalangan curiga bahwa penganiayaan tahanan terus berlanjut meskipun AS merombak operasi penahanan di negara itu.
Penganiayaan yang mencakup penyekapan dengan suhu ekstrem, kurangnya makanan yang cukup, kurangnya cahaya, serta pelecehan terhadap agama- diduga telah terjadi di sebuah fasilitas rahasia di sebelah utara pangkalan militer Kabul.
Keberadaan tempat yang dikenal dengan nama Penjara Tor itu tidak pernah diakui oleh pihak berwenang AS, meskipun AS mengakui bahwa pihaknya memiliki beberapa tempat yang dijadikan sebagai tempat penyekapan sementara orang-orang yang ditangkap tentara AS.
Tahanan disimpan di lokasi itu sebelum diserahkan kepada pihak berwenang Afghanistan, dirilis, atau ditransfer ke fasilitas penahanan utama AS di Parwan, di tepi pangkalan udara Bagram.
AS tetap bersikukuh setiap fasilitas penahanan yang dioperasikannya di Afghanistan telah sesuai dengan standar internasional. Tapi laporan yang dirilis minggu ini oleh Open Society Foundation yang berbasis di AS terdiri dari kesaksian penganiayaan oleh militer AS terhadap 18 tahanan yang dipenjara di Penjara Tor.
Penanganan semacam itu bukan saja tidak memenuhi standar internasional, tetapi juga bertentangan dengan pedoman militer AS terhadap hal ini dimana tahanan tidak boleh terkena “panas yang berlebihan atau tidak memadai serta memperoleh ruangan dengan ventilasi yang baik”.
Jonathan Horowitz, penulis laporan tersebut, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tampaknya ada keterkaitan antara Penjara Tor dan aktivitas pasukan khusus AS di Afghanistan.
“JTF 435 (Satuan Tugas 435) tidak menjalankan fasilitas tersebut,” katanya. “Fasilitas ini tampaknya memiliki hubungan erat dengan pasukan yang beroperasi di bawah Komando Operasi Khusus Bersama (JSOC). Namun apakah mereka adalah satu-satunya yang bertanggung jawab, saya tidak tahu,” kata Horowitz.
Dari 18 tahanan yang memberikan kesaksian, setengahnya mengatakan bahwa mereka masuk ke penjara itu pada tahun 2009 dan 2010, setelah Barack Obama, presiden AS, memerintahkan perbaikan operasi penahanan di Afghanistan. (althaf/arrahmah.com)