JAKARTA (Arrahmah.com) – Persatuan Wartawan Indonesia menghormati dan mengajak wartawan menaati Kode Etik Jurnalistik, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, dan ketentuan hukum yang melarang media pers menyiarkan hal cabul atau pornografi.
Perusahaan pers diharapkan semakin meningkatkan kompetensi pengelolaan media dan wartawannya, khususnya terkait dengan kepekaan terhadap norma sosial yang berlaku di masyarakat dan pemahaman aturan hukum terkait dengan media.
“Kami mengajak wartawan Indonesia menaati kode etik dan ketentuan hukum melarang media menyiarkan hal cabul,” kata Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Margiono dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (11/10/2010).
Hal tersebut merupakan pernyataan sikap PWI terkait penahanan Erwin Arnada selaku Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia, majalah yang sudah tidak terbit lagi, setelah keluarnya keputusan tetap dari Mahkamah Agung.
Menurut Margiono, PWI secara prinsip menentang kriminalisasi pers, yaitu menghukum wartawan yang menghasilkan karya jurnalistik tanpa menggunakan landasan hukum UU No 40/1990.
Pernyataan sikap lain adalah PWI mengharapkan perusahaan pers semakin meningkatkan kompetensi pengelolaan media dan wartawannya, khususnya terkait dengan kepekaan terhadap norma sosial yang berlaku di masyarakat dan pemahaman mengenai aturan hukum terkait dengan media.
Butir pernyataan sikap lain adalah PWI mamandang Dewan Pers perlu mengeluarkan fatwa tentang eksistensi majalah Playboy, apakah majalah ini merupakan media pers, media nonpers, atau media pornografi yang tidak lepas dari kepentingan Playboy Internasional.
Terbitnya majalah ini telah menimbulkan protes dari berbagai kelompok masyarakat, baik para tokoh agama, maupun tokoh kebudayaan dan sosial, karena tipe majalah ini bertentangan dengan tata krama kehidupan bangsa Indonesia. (ant/hid/arrahmah.com)