SOLO (Arrahmah.com) – Menanggapi munculnya ide sertifikasi Ulama sebagai upaya membendung radikalisme dan terorisme di Indonesia, Ustadz DR. Mu’inudinillah Basri, MA. menilai jika sertifikasi ulama itu bertujuan untuk membedakan ketaqwaan ulama tidak menjadi persoalan.
“Jika untuk memperkenalkan mana sebetulnya ulama khoir (baik) dan mana ulama suu’ (buruk dan jahat), maka hal ini tidak menjadi suatu masalah di kalangan para ulama” Katanya Senin, (10/9) Solo.
Namun, sebaliknya menurut da’i yang akrab disapa Ustadz Muin ini, jika sertifikasi tersebut menjadi suatu dasar bagi lembaga Negara Indonesia yang notabenya bukan Negara islam untuk memberikan cap atau label apakah seseorang itu pantas disebut ulama atau tidak, maka hal ini tidak bisa di benarkan.
“Masak Ulama di labelisasi oleh orang yang bukan ulama?”, tuturnya singkat sembari tersenyum,
Dosen Pemikiran Islam yang sekaligus bertindak sebagai Direktur Program Magister Pasca Sarjana Studi Islam di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini menjelaskan, hakikat ulama adalah orang yang ahli dalam bidang ilmu agama dan orang yang memiliki kapasitas pengetahuan sama dengan para ulama lainnya.
“Seseorang itu dapat dikatakan sebagai ulama melalui rekomendasi dan kalau ada pengakuan dari ulama yang lainnya,” ungkap ustadz Muin.
Sehingga, ia menegaskan kembali bahwa bukan hak Negara untuk melabelisasi seseorang itu menjadi ulama atau tidak. ” Yang bisa melabeli seseorang itu ulama adalah berdasarkan rekomendasi para ulama dunia” tegasnya.
Lebih lanjut pihaknya menilai jika wacana sertifikasi ulama ini menimbulkan keresahan di dalam tubuh umat islam, maka ini merupakan teror dari Negara terhadap umat islam.
“Jika hal tersebut (jadi-red) dilaksanakan dan (kemudian-red) meresahkan serta memecah belah persatuan kaum muslimin, maka negara telah melakukan teror, teror kepada umat islam”, pungkasnya. (bilal/FAI/arrahmah.com)