KABUL (Arrahmah.com) – Dengan ditandai oleh berkibarnya bendera nasional Afghanistan di Pusat Penahanan Bagram, menunjukkan kontrol salah satu penjara paling kejam di dunia itu berpindah dari pasukan teroris AS kepada pasukan boneka Afghan, sebuah upacara pemindahan kuasa digelar di pusat provinsi Parwan pada hari Senin (9/9/2012).
Komandan penjara Bagram Mayor Jenderal Ghulam Farouq Barakzai mengatakan lebih dari 3.000 tawanan telah diserahkan ke tahanan Afghan sejak tiga bulan lalu, dikutip Pajhwok.
“Kami akan menghormati hak-hak para tahanan berdasarkan hukum-hukum Afghanistan dan kesepakatan internasional,” kata Barakzai, dia menjelaskan bahwa 50 “tawanan asing” masih berada di tahanan yang dikontrol AS. Nasib mereka akan diputuskan oleh para pejabat tinggi.
Barakzai mengatakan bahwa AS masih dalam proses memindahkan 600 tahanan setelah “kesepakatan 9 Maret”, yang tidak mencakup 50 tahanan non-Afghan.
“Kami memindahkan lebih dari 3.000 tawanan Afghan ke tahanan kalian,” kata Kolonel Robert Taradash dari militer AS pada saat upacara persemian tersebut. “Mereka yang mengancam kerja sama antara pasukan koalisi dan Afghanistan tidak akan kembali ke medan perang,” Taradash merasa yakin.
Di bawah kesepakatan, otoritas boneka Afghan diminta untuk memberitahu AS atas setiap rencana untuk membebaskan para tahanan dan mempertimbangkan kepentingan AS. Dengan kata lain, sistem penahanan tanpa batas waktu yang telah berlaku di Bagram akan bertahan.
Penyiksaan kemungkinan terus terjadi
Meskipun AS telah menyerahkan kuasa atas penjara Bagram, namun sepertinya akan sama saja dengan sebelumnya, penyiksaan terhadap para tahanan kemungkinan akan terus terjadi. Sebab selama ini faktanya otoritas penjara-penjara rezim Afghan juga melakukan kekejaman terhadap para tahanan Muslim, terutama mereka yang ditangkap karena dugaan keterlibatan dengan Mujahidin.
Jika kita mengingat pada bulan Oktober tahun lalu, PBB merilis laporan yang menemukan para tahanan di penjara-penjara yang dikontrol oleh rezim Afghan mereka digantung di langit-langit sel dengan pergelangan tangan mereka, dipukuli dengan kabel dan tongkat-tongkat kayu, kuku-kuku mereka dilepaskan, disengat listrik, dan bahkan alat kelamin mereka diputar hingga mereka kehilangan kesadaran, sadis.
Penelitian tersebut, yang dilakukan di 47 fasilitas tahanan di 22 provinsi, menemukan pola pemaksaan dan praktek penyiksaan sistematis dan perlakuan sewenang-wenang.
Jika melihat fakta, perlakuan terhadap para tahanan Muslim di penjara-penjara akan tetap menjadi kejahatan baik dikendalikan oleh Washington maupun oleh Kabul. Terlebih lagi rezim boneka Kabul didukung oleh AS dengan uang, persenjataan, dan pelatihan, dan mereka kemungkinan besar akan melanjutkan jejak AS setelah pemindahan terjadi. Jadi, AS tetap punya andil dalam menyiksa para tahanan. (siraaj/arrahmah.com)