JAKARTA (Arrahmah.com) – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengungkapkan, kinerja aparat keamanan baik Kepolisian, BIN, BNPT, akan lebih maksimal memberantas teroris jika undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen mengizinkan aparat keamanan menindak. UU tersebut harus direvisi sehingga aparat khususnya BIN mempunyai ruang menindak pelaku sebagaimana masa Orde Baru.
“(Revisi UU Intelijen) Itu memang diperlukan. UU itu harus bisa memberikan ruang bagi aparat (BIN) untuk menindak seperti masa Orde Baru dulu,” kata Ansyaad Mbai di Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta, Minggu (9/9) dikutip kompas.
Mbai berharap agar UU Intelijen kembali seperti masa Orde Baru karena pertimbangan segi efektif dan proaktif aparat keamanan, terutama BIN, dalam menindak teroris. Pada masa tersebut, lanjutnya, aparat keamanan termasuk BIN memiliki keleluasaan untuk langsung melakukan penindakan pelaku kejahatan. Untuk itu, ia meminta agar UU tersebut segera direvisi.
“Substansinya itu supaya aparat keamanan bisa lebih gesit dan cepat (menanggulangi terorisme). Mudahnya, revisi UU (Intelijen) itu aja,” ungkapnya.
Hal bertolak belakang justru diungkapkan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto yang menjelaskan UU Intelijen yang memberikan ruang terbatas bagi BIN adalah sudah tepat. Dia mengungkapkan, aparat keamanan tidak dapat lagi melakukan tindakan sama seperti masa Orde Baru lalu.
Di masa sekarang, terang Djoko, setiap penindakan harus diperkuat adanya barang bukti, karena aparat harus bergerak sesuai hukum, termasuk BIN.
Dia menegaskan bahwa BIN dapat bertindak jika telah mengantongi barang bukti yang cukup, tapi hal tersebut harus dikoordinasikan dengan Kepolisian. Antara BIN, BNPT dan Polri tidak dibenarkan untuk bertindak melakukan penindakan sendiri-sendiri tanpa berkoordinasi terlebih dahulu.
“Aparat harus bergerak sesuai dengan koridor hukum. Kita jangan lagi kembali ke masa Orba. Kini dalam melakukan penindakan harus disertai barang bukti yang cukup. Kalau barang buktinya belum cukup, ya tidak dibenarkan melakukan penindakan,” ujar Djoko. (bilal/arrahmah.com)