MAUNGDAW (Arrahmah.com) – Masyarakat Muslim Rohingya di Maungdaw bertemu dengan duta AS di desa Nyoung Chaung, Maungdaw, Arakan, pada hari Sabtu (9/9/2012) sekitar pukul 10:30, berdasarkan laporan tetua Maungdaw kepada KPN.
“Duta AS untuk Burma, Mr. Derek J. Mitchell bersama Mr. Joseph Y. Yun, yang merupakan Kepala Asisten Deputi Sekretaris di Biro Asia Timur dan Pasifik, Departeman Luar Negeri AS dan lainnya mengunjungi desa Shel Kali di selatan Maungdaw, Shweyinaye dan Nyoung Chaung, pada pagi hari ini (9/9) dan meninggalkan Maungdaw sekitar pukul 11:30,” kata tetua Maungdaw.
Utusan AS tersebut juga didampingi oleh para pejabat tinggi pemerintah negara bagian Arakan, pihak berwenang kota Maungdaw Shamshul Haque dan Anam, para anggota Regional Development Association (RDA) sebagai para penerjemah.
Mereka terbang ke Maungdaw dengan menggunakan helikopter dan mendarat di desa Nyoung Chaung, mereka juga mengunjungi desa pemukim baru (Natala), Shweyinaye, dan ketika hendak kembali ke helikopter, mereka bertemu dengan seorang pria tua, warga Rohingya, yang menunjukkan keinginannya untuk berbicara kepada mereka, namun dia tidak dapat menyampaikan tentang keluhan hidup masyarakat Rohingya, karena tidak bisa berbicara bahasa Inggris.
Para penerjemah tidak memberikan penjelasan apapun tentang keluhan pria tua itu kepada utusan AS. Beruntungnya, Shamshu Islam, seorang pelajar Muslim Rohingya dari desa tersebut, bisa menjelaskan tentang situasi Muslim Rohingya di Arakan Utara kepada utusan AS tersebut. Mereka bertanya kepada Shamshu tentang desa mereka, kapan dibangun, siapa yang tinggal di desa, apakah ada sekolah dan Masjid di desa mereka dan seterusnya.
“Desa kami dibangun sejak 200 tahun lalu dan seluruh warga desa adalah masyarakat Rohingya. Ada lebih dari 7.000 orang tinggal dan semua Masjid dikunci oleh otoritas setelah kerusuhan. Kami hanya memiliki satu sekolah dasar di mana hanya mengajarkan kelas 1 hingga 4, tetapi sekarang, telah ditutup sejak 8 Juni. Rumah dan properti kami dihancurkan, dijarah dan dibakar oleh otoritas dan orang Rakhine (Buddhis) bersama-sama. Kami tidak diizinkan pergi ke pasar untuk membeli makanan bagi keluarga kami. Sekarang, kami menghadapi kekurangan makanan, dan tidak ada PBB, LSM-LSM yang memberikan kami makanan, bantuan makanan hanya sampai kepada masyarakat Rakhine. Tidak ada tempat perlindungan bagi para pengungsi Rohingya di utara Arakan, semua tempat perlindungan hanya dibangun untuk orang Rakhine. Jadi, kami meminta semua masyarakat internasional untuk memberikan kami bantuan makanan, tempat perlindungan dan keamanan,” katanya.
“Kami menghadapi kekerasan setiap hari dari pasukan keamanan, yang memblokade perjuangan hidup kami sehari-hari. Polisi selalu menangkapi warga Rohingya kami dengan tuduhan salah dan palsu dan mereka membantu masyarakat Rakhine untuk menyerang kami,” tambahnya.
“Saya akan menghadapi banyak gangguan dari pihak berwenang karena berbicara kepada anda dan memberikan penjelasan tentang situasi masyarakat Rohingya,” katanya.
Hari sebelumnya utusan AS telah mengunjungi kamp pengungsian di kota Sittwe, salah satunya kamp pengungsian Aung Mangala, Muslim Rohingya yang berada di sana menyampaikan situasi kehidupan mereka di kamp pengungsian dan selama masa-masa kekerasan secara detil. (siraaj/arrahmah.com)