JAKARTA (Arrahmah.com) – Rencana Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memberlakukan sertifikasi bagi da’i dan ustad dengan alasan mencegah terorisme justru memunculkan masalah baru.
“Jangan buat masalah baru kalau ingin menyelesaikan masalah,” kata Wakil Sekjen Majelis Majelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI) ustadz Fahmi Salim seperti dilansir itoday, Sabtu (8/9).
Menurut alumni magister ilmu tafsir Universitas Al Azhar, Kairo Mesir ini, ulama tidak perlu mendapat sertifikasi pemerintah.
“Sudah cukup ijazah dari lembaga keilmuan yang telah mengujinya sehingga lulus dari lembaga tersebut. Yang penting jelas mata rantai atau sanad keilmuannya, lulusan mana, dan diakui oleh ummat karena karya-karyanya baik tertulis maupun tak tertulis seperti ceramah atau khutbah dan lain-lain,” ungkap anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah ini.
Ia juga mempertanyakan, lembaga dan orang-orang yang berhak melakukan uji sertifikasi tersebut. “Sekarang kalau mau disertifikasi, siapa yang berhak menguji dan punya otoritas menilai,” ungkapnya.
Kata ustadz Fahmi, kalau ingin menyelesaikan masalah terorisme dengan deradikalisasi tidak tepat diarahkan kepada ulama tapi cukup dilokalisir dialog dengan para tersangka atau terpidana terorisme. “Kalau ulama yang benar pasti penjelasan Islamnya juga benar. Kalau ada malpraktek dari murid atau pengikutnya ya benahi pemahaman mereka tapi jangan diamputasi ulama dan jaringan pesantrennya,” pungkas ustadz Fahmi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, BNPT merencakan melakukan uji sertifikasi bagi da’i, ustad dan ulama sebagai upaya untuk mencegah ajaran Islam radikal.
“Dengan sertifikasi, maka pemerintah negara tersebut dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi,” kata Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris dalam diskusi Sindoradiao, Polemik, bertajuk “Teror Tak Kunjung Usai” di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9). (bilal/arrahmah.com)