TOKYO (Arrahmah.com) – Suami sekaligus rekan kerja seorang wartawati Jepang yang tewas di Suriah, menceritakan bagaimana saat-saat istrinya tewas setelah mereka ditembaki pasukan rezim Suriah.
Mika Yamamoto (45), seorang jurnalis berprestasi di Jepang, mati tertembak pada bulan lalu di kota Aleppo yang bergolak pada saat hari pertamanya di negara itu untuk meliput fakta.
Suami Mika, seorang fotografer yang mendampinginya pada saat itu, menjelaskan bagaimana mereka melarikan diri karena panik setelah tentara rezim Bashar Assad menyerbu mereka tiba-tiba.
Kazutaka Sato (56), mengatakan dia melihat sekitar 10 atau 15 pria yang berjalan menuju mereka yang dia kira adalah para anggota Tentara Kebebasan Suriah (FSA), yang telah mengiringi mereka meliput.
Namun ternyata Sato salah sangka, mereka adalah tentara loyalis Assad.
Dia bercerita kepada CBS, “Saya memegang kamera saya dan mulai merekam. Kemudian hal itu terjadi.”
“Saya pikir Saya akan dihantam dan ketika itu Saya terpisah dari Mika.”
“Saya bertanya kepada seorang pejuang ‘pemberontak’ di mana Mika berada. Dia berkata kepada saya, ‘Dia berada di rumah sakit, pergilah dan lihatlah sendiri,” tambahnya. “Pada saat itu saya banyak membayangkan apa yang terjadi padanya.”
Kemudian Sato menemukan Mika telah terbujur kaku di tutup kain di salah satu ruang rumah sakit.
Sato datang bersama Mika ke Suriah untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, mencari fakta dan menyiarkannya.
Saat berbicara di konferensi pers di Tokyo setelah mendampingi jasad istrinya pulang dari Suriah, Sato menekankan bahwa pemerintah Assad takut melihat para jurnalis asing untuk melaporkan fakta.
“Saya menduga pihak pemerintah takut untuk melihat para jurnalis Barat, termasuk kami, melaporkan fakta-fakta,” katanya.
Sato juga mengatakan bahwa pasukan rezim paling takut dengan kamera.
“Apa yang mereka paling takutkan adalah kamera,” tandasnya.
Sato juga telah mengunjungi kedutaan besar Suriah di Tokyo dan menyerahkan sebuah surat yang menuntut investigasi atas insiden tersebut.
Dalam suratnya, Sato menulis, “Jika negara kalian menembaki para jurnalis yang melaporkan hal-hal yang ditemukan tidak menguntungkan (bagi pihak rezim Suriah -red), itu adalah tindakan keterlaluan yang mengancam kebebasan pers, yang tidak akan pernah bisa dimaafkan secara internasional.”
Sato mengatakan pejabat duta besar Suriah yang menerima suratnya mengatakan kepadanya bahwa pemerintah Suriah tidak bertanggung jawab atas kedua jurnalis tersebut karena mereka masuk ke Suriah tanpa visa yang tepat.
Namun Sato tetap berusaha agar suratnya bisa tembus ke Damaskus. (siraaj/arrahmah.com)