JAKARTA (Arrahmah.com) – Juru Bicara Jama’ah Anshoru Tauhid (JAT) menyatakan sebaiknya pihak kepolisian lebih baik polisi dan Kepala Badan Nasional Penganganan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai menjelaskan apa dasar hukum menembak Farhan dan Muhksin pada Jumat malam lalu, Daripada menuduh Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Baasyir berada di balik serangkaian aksi teror di Solo,.
“Apa bukti keterlibatan Farhan Cs dengan 3 peristiwa sebelumnya. Polisi harus bisa membuktikan bahwa Farhan dan Muhsin terbukti dengan tiga peristiwa itu,” jelas Sonhadi, Selasa,( 4/9) dikutip rmol.com.
Penembakan terhadap Farhan dan Muhsin di Jalan Veteran Solo setelah sebelumnya terjadi serangkaian penyerangan terhadap pos polisi.
“Kalau karena alasan dia (Farhan) menyerang, kan harus bisa dibuktikan bahwa benar peluru yang terkena pada Suherman, peluru siapa itu sebenarnya. Makanya harus diotopsi dulu,” imbuhnya.
Dalam baku tembak itu, seorang anggota Densus 88 tewas. Yaitu Brigadir Satu Suherman. Tapi jenazah Suherman tidak diotopsi.
“Itu kan tidak ada otopsi, tapi langsung dimakamkan. Berbeda perlakukan dengan Farhan Cs yang saat ini masih ada di Kramat Jati dengan alasan (untuk) otopsi. Itu kan dalam satu peristiwa yang sama,” kata Sonhadi lagi.
Bila otopsi itu dilakukan, dia menambahkan, publik akan tahu apakah benar peluru yang bersarang di tubuh Suherman itu berasal dari peluru yang dilesakkan oleh Farhan CS kalau memang betul ditemukan Farhan Cs membawa senjata.
“Itu (otopsi) kunci untuk tahu jenis kaliber apa yang masuk. Kan bisa dilihat disitu kan. Apalagi IPW sudah menilai ada kejanggalan. Itu yang mesti dijelaskan. Jadi polisi harus berlandaskan hukum tidak main tembak,” ungkapnya.
Apalagi, masih kata Sonhadi, ada saksi yang mengungkapkan, sebenarnya tidak terjadi baku tembak saat itu. Tapi hanya penembakan satu arah setelah Farhan Cs ditabrak. Nah, penyebutan JAT berada di balik aksi teror ini, adalah untuk mengalihkan publik dari persoalan tersebut. (bilal/arrahmah.com)