JAKARTA (Arrahmah.com) – “Umat Islam yang berjumlah sekitar 1,4 miliar atau 22 persen populasi dunia hanya memberi sumbangan sebanyak lima persen perekonomian dunia,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat, Muhammadiyah Din Syamsuddin, dalam khutbah Idul Fitri 1433 Hijriah, di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta selatan, Ahad (19/8/2012) seperti dilansir Suara Islam Online.
Dari semuanya, Indonesia adalah negara paling banyak penduduk muslim-nya di dunia. Pakistan dan beberapa negara Maghribi lain tidak sebanyak Indonesia dalam hal ini.
Ekonomi muslim, katanya, memang ironi. Dulu Islam masuk ke nusantara lewat jalur ekonomi karena dibawa pedagang Arab, yang ikut membentuk kelas menengah Islam yang relatif berjaya dan membentuk sentra-sentra perekonomian umat di beberapa daerah.
Dia memberi istilah kemunduran ekonomi umat Islam tersebut sebagai “runtuhnya kedai kami”, pelesetan dari judul cerita pendek AA Navis, “Robohnya Surau Kami” yang begitu terkenal (frasa tersebut ditafsirkan Syamsuddin sebagai kegagalan pendidikan keagamaan).
Dia berpendapat, “Umat Islam harus mencontoh bangsa-bangsa Eropa dan Asia Pasifik yang maju secara ekonomi setelah kembali kepada etika dasar agama masing-masing, Protestanisme dan Konfuchian.”
“Kemajuan Eropa didorong etika Protestanisme yang menekankan kerja keras, penghargaan akan waktu, dan penghematan, begitu pula dengan kebangkitan Asia Pasifik karena etika Konghuchu juga mempunyai nilai yang sama,” kata dia.
Kebangkitan dan kemajuan ekonomi Asia Pasifik dan Asia Timur di mana Indonesia berada, menurut dia, justru belum dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, bahkan bangsa ini akan menjadi “mangsa macan-macan” Asia baru jika tidak segera di ambil langkah-langkah nyata.
Dalam penafsiran Din, Islam jauh lebih kuat mendorong nilai-nilai etika kerja keras, menghargai waktu, dan penghematan dalam banyak ayat Al Quran dan Hadits, dan karena itu tidak ada pilihan lain kecuali umat Islam harus menangkap kembali api dan semangat agama tersebut.
“Berbuatlah untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah-olah kamu mati besok,” kata Din.
Kata-kata hikmah tersebut menyiratkan dalam pandangan Din menyiratkan bahwa umat Islam harus mengambil “jalan tengah” dengan menyeimbangkan kepentingan dunia sekaligus kepentingan spiritual.
“Jalan tengah inilah yang harus diambil oleh umat Islam jika ingin bangkit dari keterpurukannya,” kata Din. (bilal/arrahmah.com)